Selasa, 12 Juni 2012

Kalimat Penutup pada Surat Resmi

Surat merupakan sarana komunikasi tulis. Agar dapat dipahami oleh pem­bacanya, di dalam penulisan surat (resmi), penulis perlu mempertim­bangkan faktor kesederhana­an, kesantunan bahasa, kelugasan kalimat, ke­cermatan dan ketepatan dalam pemilihan kata dan struktur kalimat, serta keserasian atak. Walau­pun demikian, faktor kelaziman juga perlu diper­hatikan. Oleh karena itu, bagian isi surat selalu terdiri atas bagian pem­buka, bagian isi, dan bagian pe­nutup.
Bagian penutup surat dapat berupa harapan pengirim surat atau ucap­an terima kasih kepada penerima surat. Hingga saat ini masih terdapat kalimat pada bagian penutup surat resmi sebagai berikut.
(1) Demikian agar Saudara maklum adanya.
(2) Atas perhatiannya, diucapkan terima kasih.
(3) Demikian, atas perhatian Bapak, kami haturkan terima kasih.
Setiap surat yang dikirimkan tentu diharapkan untuk dapat dimaklumi oleh pene­rima surat. Oleh karena itu, pernyataan seperti pada kalimat (1) tidak diperlukan lagi. Selain itu, pernyataan pada kalimat (1) "Demikian agar Saudara maklum adanya" bukanlah sebuah kalimat yang lengkap karena tidak memiliki subjek dan predikat.
Pernyataan itu hanya berupa anak kalimat yang tidak disertai induk kalimatnya. Oleh karena itu, pernyataan itu dapat dikatakan mubazir karena tidak informatif. Pada kalimat (2) penggunaan kata ganti-nya pada Atas perhatiannya di­ucapkan terima kasih tidak jelas mengacu kepada siapa. Bentuk -nya itu lebih tepat jika diganti dengan kata sapaan untuk orang kedua, seperti Saudara, Bapak, atau Anda karena komunikasi yang terjadi di dalam surat ialah komuni­kasi antara pihak pertama dan ke­dua. Selain itu, peng­gunaan imbuhan di- pada kata diucapkan terasa tidak masuk akal karena secara logika akan timbul pertanyaan, "Siapakah yang mengucapkan teri­ma kasih itu." Ucapan terima kasih itu disampaikan oleh penulis surat kepada penerima surat. Oleh karena itu, kalimat penutup surat yang dapat digunakan ialah, Atas per­hatian Saudara, kami sampaikan ucapan
terima kasih. Pada contoh kalimat penutup surat nomor (3), Demikian atas per­hatian Bapak, kami haturkan terima kasih. Kata demikiantidak diperlu­kan pada penutup surat itu karena penggunaan kata itu tidak memberikan informasi apa pun. Selain itu, penggunaan kata haturkan tidaklah tepat karena kata haturkan itu masih bersifat kedaerahan, sedangkan surat yang dibuatnya adalah surat resmi, yang menuntut penggunaan kosakata baku bahasa Indone­sia. Oleh karena itu, kata haturkan lebih tepat jika diganti dengan kata ucapkan apabila kita menekankan pada keinginan untuk mengucapkan sesuatu, atau kata sampaikan apa­bila kita memang ingin menyampaikan sesuatu, yaitu ucap­an terima kasih kepada penerima surat. Jadi, di dalam penulisan surat dinas, pada kalimat penutup surat se­baik­­nya tidak digunakan kata-kata yang masih bersifat kedaerahan dan tidak digunakan kata-kata yang tidak memberikan kejelasan informasi.

Urutan Kata dan Maknanya

Tadi Malam dan Malam Tadi
Ada sementara orang yang beranggapan bahwa gabungan kata tadi malam tidak baku.
Bentuk yang baku ialah malam tadi. Namun, benar­kah anggapan itu? Dalam hal itu, ada beberapa hal yang perlu diperhati­kan sehubungan dengan contoh tersebut.
Pertama-tama yang harus kita perhatikan ialah masalah urutan kata. Pada umum­nya, gabungan kata bahasa Indonesia mengikuti kaidah hu­kum DM. Marilah kita simak contoh di bawah ini.
bank sirkulasi -------- sertifikat
deposito
bank berantai -------- sertifikat obligasi
cek terbayar -------- uang palsu
cek tolakan -------- uang lunak
Pada contoh itu terlihat bahwa semua kata yang berada di sebelah kiri atau yang dicetak tebal, yaitu bank, cek, sertifikat, dan uang, berfungsi sebagai unsur di­terangkan (D). Jadi, semua gabungan kata di atas mengikuti kaidah hukum DM.
Hal kedua yang perlu diperhatikan ialah masalah makna. Dalam bahasa Indonesia ada gabungan kata yang apabila diubah urutannya akan berubah pula maknanya. Perhatikan contoh berikut.
tabungan berhadiah berhadiah tabungan
hijau rumput rumput hijau
Gabungan kata tabungan berhadiah berarti 'tabungan yang menyediakan hadiah', sedangkan gabungan kata berhadiah tabungan berarti 'mempunyai hadiah yang berupa tabungan'.
Gabungan kata hijau rumput adalah istilah untuk warna yang hijaunya seperti warna rumput, sedangkan rumput hijau adalah sebuah gabungan kata yang me­ngandung makna 'rumput yang berwarna hijau'. Jadi, makna kedua bentuk kata itu berbeda/tidak sama. Kata hijau pada hijau rumput merupakan kata yang diterangkan (D), sedangkan kata rumput menerangkan kata yang di depannya (M). Kata rumput pada rumput hijau merupakan kata yang diterang­kan, sedangkan kata hijau me­nerangkan kata yang di depannya (M).
Hal ketiga yang juga perlu diperhatikan ialah bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat sejumlah gabungan kata yang urutannya berdasarkan MD, bukan DM. Contoh untuk itu ialah perdana menteri dan mayor jenderal. Pada contoh itu kata yang terletak di sebelah kanan berfungsi sebagai unsur inti atau unsur yang diterangkan (D), sedangkan unsur yang terletak di sebelah kiri berfungsi sebagai unsur penjelas atau yang menerangkan (M).
Hal keempat atau terakhir yang perlu dicatat ialah bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat gabungan kata yang urutan unsur-unsurnya dapat dipertukar­kan letaknya (DM atau MD), tetapi tidak mengubah makna dasarnya. Ambillah contoh sejenak bersantai dan bersantai sejenak. Perbedaan kedua urutan kata itu terletak pada masalah pengutamaan un­sur. Sejenak bersantai mengutama­kan waktunya (sejenak), sedangkan bersantai sejenak mengutamakan kegiatan­nya
(bersantai).
Gabungan kata tadi malam dan malam tadi mempunyai perilaku yang sama
dengan sejenak bersantai dan bersantai sejenak. Tadi malam dipakai
untuk meng­utamakan waktu lampaunya (tadi), sedangkan malam tadi dipakai untuk mengutamakan harinya (malam). Dengan kata lain, baik tadi malam maupun malam tadi dapat digunakan dengan pengutamaan yang berbeda.
Perlu ditambahkan keterangan bahwa pengubahan urutan kata dalam tadi malam dan malam tadi bukanlah masalah tata bahasa semata, melain­kan me­nyangkut ma­salah retorika atau gaya bahasa, yakni masalah pe­ngedepanan unsur yang dianggap penting dan yang dianggap kurang penting. Unsur yang di­pentingkan dikedepankan posisinya.
Kondisi struktur tadi malam dan malam tadi itu tampaknya tidak dapat
disamakan dengan kondisi struktur hari ini dan ini hari. Dalam
hal itu, bentuk hari ini lebih tepat daripada bentuk ini hari.

Minggu, 10 Juni 2012

Bila Mauku Maumu

Maumu bukan mauku
mauku tak seperti maumu
maumu tak seperti mauku
maumu harus kuikuti maumu
mauku harus kau ikuti mauku
kita sama - sama tak mau
maumu semau - mau kamu
mauku semau - mau aku
kubilang tak mau
kaubilang harus mau
mau mau mau 
tak mau tak mau tak mau 
lalu apa maumu?
aku mau kamu semau sama aku
mauku maumu sama - sama mau
mauku maumu
maumu mauku
mau... mau...
mau...






Mereka - Mereka dan Nenek - Nenek

Dalam suatu kesempatan seorang ketua panitia mengajak para undangan yang hadir dengan mengatakan sebagai berikut.
(1) Bapak dan Ibu yang saya hormati, siapa lagi yang mau memikirkan nasib mereka kalau bukan kita-kita yang hadir sekarang?
Kita perhatikan pemakaian kata kita-kita. Mengapa kata kita harus
diulang? Bukan­kah kata ganti kita sudah menyatakan pengertian jamak?
Kata ganti kita adalah kata ganti orang pertama jamak. Kalau digunakan untuk menyatakan pengertian jamak dengan mengulang menjadi kita-kita, pengulangan itu jelas mubazir. Kalau kita perhatikan konteksnya, peng­ulangan kata ganti kita menjadi kita-kita tersebut berlebihan. Seharusnya, ketua panitia cukup mengatakan sebagai berikut.
(1a) Bapak dan Ibu yang saya hormati, siapa lagi yang mau memikirkan nasib mereka kalau bukan kita yang hadir sekarang?
Pertanyaan yang muncul sekarang, "Apakah kata ganti yang sudah menyatakan pengertian jamak seperti kita atau mereka tidak boleh diulang dalam penggunaannya?" Tentu saja tidak selalu harus demikian. Dalam hal itu, peng­guna bahasa perlu mem­pertimbangkan konteks pemakaian kata itu di dalam kalimat. Perhatikanlah contoh-contoh kalimat berikut.
(2) Akhirnya, kita-kita juga yang harus menyelesaikan pekerjaan ini.
(3) Dari dahulu mereka-mereka saja yang dilibatkan dalam kegiatan itu.
Kata ulang kita-kita dan mereka-mereka pada kalimat (2) dan (3) menyatakan makna 'selalu', 'selalu kita', dan 'selalu mereka'. Penggunaan kata ulang seperti itu, yang lebih sering kita temukan dalam ragam lisan, tidaklah mubazir. Namun, dalam ragam tulis kata ulang kita-kita, mereka-mereka ter­golong mubazir, seperti yang terlihat pada contoh kali­mat berikut.
(4) Selesai atau tidaknya pekerjaan itu bergantung pada kita-kita yang ada di sini.
(5) Bantuan itu seharusnya tidak dibagikan kepada mereka-mereka yang ter­golong mampu.
Kata ulang kita-kita dan mereka-mereka pada kalimat (4) dan (5)
dipakai untuk mengacu kepada orang yang jumlahnya banyak. Padahal, kata kita dan mereka sudah menyatakan pengertian jamak. Oleh karena itu, penggunaan bentuk kata ulang seperti itu tidak benar.
Bagaimana halnya dengan pengulangan kata nenek menjadi nenek­nenek, seperti yang tercantum di dalam topik bahasan ini? Tampaknya, pengulangan kata yang seperti itu ternyata tidak hanya menyatakan
pengertian jamak. Marilah kita simak kalimat yang berikut.
(6) Tempat duduk bagi nenek-nenek yang diundang untuk menghadiri per­temuan itu diatur dalam kelompok tersendiri.
(7) Harap dimaklumi saja, dia ‘kan sudah nenek-nenek.
(8) Hampir setiap hari nenek-nenek saja yang diperhatikan.
Kata ulang nenek-nenek pada kalimat (6) maknanya menyatakan jumlah banyak, sedangkan pada kalimat (7) bermakna ‘seperti wanita yang sudah tidak muda lagi atau yang sudah berusia lanjut'. Kata ulang nenek-nenek pada kalimat (8) menyatakan pengertian (1) selalu nenek, (2) seperti atau mirip, dan (3) selalu.

Paling Lama atau Paling Lambat

Di dalam berbagai pasal undang-undang yang mengatur sanksi sering ditemukan istilah paling lama dan paling lambat. Kadang-kadang kedua istilah itu digunakan secara tidak tepat, sebagaimana contoh berikut.
(1) Putusanpengadilan tingkat banding diucapkan paling lama dua minggu setelah sidang banding pertama dilakukan.
Contoh itu terasa tidak masuk akal karena sebuah putusan tidak diucapkan sampai mencapai durasi paling lama dua minggu. Bukankah pengucapan sesuatu hanya berlangsung sesaat? Yang dimaksud dengan pernyataan pada kalimat (1) ialah 'batas waktu', atau 'batas akhir' pengeluaran putusan, bukan lama waktu sesuatu diucapkan. Untuk itu,istilah yang tepat ialah paling lambat, bukan paling lama dan verba yang digunakan bukan diucapkan, melainkan mi­salnya dikeluarkansehingga kalimat (1) itu diperbaiki seperti berikut.
(la) Putusan pengadilan tingkat banding dikeluarkan paling lambat dua minggu setelah sidang banding pertama dilakukan.
Istilah paling lama digunakan untuk menunjukkan 'rentang waktu','durasi', atau 'lama waktu sesuatu berlangsung' seperti pernyataan berikut ini.
(2) ... dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Paling lama pada contoh (2) berarti 'rentang waktu terkena pidana penjara' atau 'lama waktu pidana penjara berlangsung'. Selainpaling lambat pada kalimat (la) dan paling lama pada kalimat (2), dapat juga digunakan selambat-lambatnya dan selama-lamanya sehingga masing-masing dapat diubah seperti berikut.
(1b) Putusan pengadilan tingkat banding diucapkan selambat-lambatnya dua minggu setelah sidang banding pertama dilakukan.
(2a) ... dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau denda paling banyak Rp l.000.000.000, 00 (satu miliar ru­piah). Paling lama juga bermakna 'terlama' seperti contoh berikut.
(3) Saya pernah menetap di beberapa kota, tetapi yang paling lama/ terlama di Jakarta.
Paling lambat tidak selalu bermakna 'terlambat' sebab terlambat dapat juga bermakna 'telah lewat waktu'. Pertimbangkan contoh berikut.
(4) Dia peserta yang terlambat/paling lambat, bukan peserta yang ter­cepat dalam lomba lari cepat pagi ini.
(5) la tidak boleh masuk sebab datang terlambat.
Makna terlambat pada kalimat (4) berarti 'paling lambat' atau 'paling rendah kecepatannya di antara peserta', tetapi terlambat pada kalimat (5) berarti 'telah lewat waktu' atau 'telah lewat batas akhir' (masuk).

sumber :  http://badanbahasa.kemdikbud.go.id

Sabtu, 09 Juni 2012

Menghapus Jejak Kata

Wahai kata
dengarkan aku yang bercerita
mengungkap rasa
yang tak kan binasa
menghapus benci
dari rasa yang mati

Tidakkah kau tahu
wujudmu yang terakhir terucap  membuatku terluka?
Hilang ..terbang
hancur...lebur..
musnah sudah semua asa
Di manakah sejuta makna yang indah
tatkala romantika cinta mewarnai jiwa?

Melupakanmu..
hal yang tersulit bagiku
kucoba tutup telinga, tetap kudengar
kucoba tutup mata , tetap kulihat
kucoba menghapusmu, tetap ada di jejak pikirku
Aku bingung
Bagaimana kuharus membuangmu?
Sementara dirimu terlalu indah di benakku

Kini aku hanya bisa menunggumu
terdengar kembali di telingaku
bersama sepiku
bersama kesendirianku
di tengah perasaanku yang berkecamuk
aku selalu yakin
kau akan kembali terucap
memberi sejuta makna dalam hidupku
mewarnai hari - hariku
seperti dahulu..
tatkala dia berada di sampingku
 





Selasa, 05 Juni 2012

Agendakue Hari ini


Kujalani segala aktivitasku dengan semangat baru.  Sedikit demi sedikit kumulai melupakan masa lalu dan beranjak kembali menatap masa depan. Malam ini , kurebahkan tubuhku  sambil kutatap layar komputer. Kubuka beranda facebook ..tanpa sengaja kutemukan kata mutiara penuh makna tautan dari Mario Teguh...
Cara terbaik untuk ditemukan
oleh belahan jiwamu,
adalah menjadikan dirimu
pribadi yang dicintai oleh sesama.

Belahan jiwamu itu
ADA DI ANTARA sesamamu,
maka indahkanlah wajahmu,
berlakulah penuh hormat,
dan lembutkanlah bicaramu
kepada sesamamu.

Tersenyumlah kepada setiap jiwa,
karena senyum adalah awal dari cinta.

Mario Teguh - Loving you all as always
Kalimat itu menjadi motivatorku dan memberi semangat baru bagiku. Meskipun cukup singkat, tetapi menyimpan berjuta makna di dalamnya . Cara tepat mendapatkan cinta sejati , terlebih dahulu jadilah pribadi yang dicintai orang lain dengan cara memperbaiki kualitas diri menjadi pribadi yang lebih baik . Ingat wanita yang baik untuk lelaki yang baik....

Kata Mereka tentang Aku

“Kasih sayang sebagai dasar pendidikan” itulah judul artikel yang kubaca pada mala m ini. Artikel ini ditulis  oleh Dr. Dedi Supriadi d...