Sabtu, 07 Desember 2013

Kata Mereka tentang Aku



“Kasih sayang sebagai dasar pendidikan” itulah judul artikel yang kubaca pada mala m ini. Artikel ini ditulis  oleh Dr. Dedi Supriadi dalam bukunya Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Dalam artikel ini disebutkan “ Dasar pendidikan adalah kasih sayang, cinta yang tulus. Kalau guru sudah kehilangan kasih sayang  kepada muridnya,maka saat itulah pendidikan mulai kehilangan jati dirinya”.  

Kasih sayang setidaknya itulah yang sedang kucoba tanamkan dalam setiap kali mengajar.  Mengajar dengan dilandasi rasa kasih sayang tanpa ada tekanan , tanpa ada kemarahan, tanpa ada kekarasan. Jika mengajar dilandasi dengan kasih sayang proses pembelajaran akan terasa nyaman, mudah diterima, serta menambah keakraban. 

Kasih sayang sebagai basis pendidikan agaknya makin jarang ditemukan dalam pendidikan modern. Topik – topik yang dibicarakan kebanyakan hanya bersifat teoritis dengan rancangan  materi yang sedemikian rumit. Murid dituntut untuk hafal materi tanpa mengetahui aplikasi nyata dari apa yang mereka pelajari . Keberhasilan proses pengajaran diukur dengan soal uji materi yang kebanyakan mengarah pada aspek kognitif, sementara aspek afektif dan psikomotor sering kali diabaikan. Sehingga pembelajaran lebih memosisikan siswa sebagai objek pembelajaran (teacher center oriented), bukan diposisikan sebagai subjek pembelajaran (student center oriented). Pendidikan semacam inilah yang menjadi penyebab lunturnya paedagogie kasih sayang. 

Melandasi pengajaran dengan kasih sayang merupakan perkara mudah sebenarnya. Hanya saja perlu kemauan, kedekatan , kesabaran, kesadaran, dan ketelatenan. Kita harus tau siapa siswa itu, bagaimana posisinya, bagaimana karakteristiknya, apa maunya, bagiamana cara melayaninya, bagaimana cara mendekatinya. Jika  guru sudah mengetahui dan melakukan hal yang demikan, rasa kasih sayang dan keakraban akan tertanam dalam diri siswa dan guru. Guru akan menjadi sosok yang membanggakan, sosok yang mengagumkan. sosok yang menjadi inspirator bagi siswa.
Hari ini Sabtu, 7 Desember 2013 hari terakhir aku masuk pada pembelajaran di akhir semester gasal tahun 2013/2014 di kelas III. Seperti biasa , senyum akrab mereka selalu menyapaku dan menyalamiku ketika masuk di kelas ini. Sambil menyanyikan lagu favourite kami “ Kalau kau suka hati bilang Bu Dewi” semua berteriak “ Bu Dewi”. Gantian kusapa mereka dengan lagu yang sama hingga akhirnya kuucapkan salam kepada mereka.  Agaknya, hal itulah yang bisa menghiburku dalam lelah dan penatnya fikiranku. Di akhir pembelajaran ini sengaja tak membahas materi , atau kuberi cerita pengalamanku yang seru seperti hari-hari sebelumnya. Hari ini kuisi dengan “ Kata mereka tentang aku”. Aku ingin tahu bagaimana sosok aku di kalangan mereka. Bagaimana metode pengajaran yang kulakukan bersama mereka. Dengan memberi pertanyaan singkat langsung jawab , kuminta jawaban yang jujur dari mereka, akhirnya kudapatkan beberapa jawaban tentang sosok aku di kalangan mereka.















Dari beberapa jawaban mereka intinya hanya satu, mereka menginginkan pengajaran yang dilandasi dengan kasih sayang, tanpa ada rasa marah ataupun kekerasan. 

Rabu, 27 November 2013

Nyanyian Malam

Gemericik suara hujan memecah kesunyian malam. Bak mengalun irama kendang diringi tarian laron merayakan kebebasan.Semua sama, sama seperti yang dulu.Sama seperti waktu itu. Semua berlalu tanpa ada sesuatu. Tak ada yang baru.Status hidupku tetap ungu. Inginku jadi warna merah yang merekah. Atau jadi warna putih yang bersih. Jangan jadi warna hitam yang buram atau warna cokelat yan pekat. Mengubah bukan perkara mudah. Tak semudah memberi warna pada dinding rumah.Mengubah butuh mau, butuh waktu, butuh laku, butuh ilmu.    

Sabtu, 23 November 2013

Kucoba Cari Jawab






Di mana lagi harus kucari
Jawaban dari teka-teki yang Kau uji
Sekian lama kucoba jawab
Tanpa kuragu
Tanpa rasa malu
Namun semua beku
Dalam malam kumeratap
Dalam sujud kuberharap
Dalam doa kumeminta
Dalam ikhtiar kumenerka
Namun semua belum lengkap
Tuk tunjukkan jawab
Dalam sabar kucoba pasrah
tak ada kata kalah
Tak ada kata menyerah
Tetap yakinkan hati
Suatu saat kan terisi
tekiteki yang kau uji

Kembali



 

Tidakkah Kau tahu 

Apa yang Kau sembunyikan dariku 

telah cukup menjadi teguran bagiku 

Namun mengapa qolbu ini tetap beku 

Tanpa setitik nur-Mu tuk sinari hatiku 

Mengapa lidah ini kelu 

Tanpa sepatah kalam tuk agungkan asma-Mu 

mengapa diri ini tetap bisu 

Tanpa sejangkah langkah tuk menuju Ridlo-Mu 

Qolbuku berharap nur-Mu 

Lidahku ingin agungkan asma-Mu 

langkahku ingin gapai ridlo-Mu 

Aku ingin kembali 

Menjadi diri yang fitri 

Tuk menggapai Ridlo Ilahi

Jumat, 22 November 2013

Cintaku


Cintaku bermukim di ruang antara
antara sedih dan bahagia
antara benci dan rindu
menyatu dalam kalbu

Kalbu membisu
harap pengap
asa binasa
tatkala takdir bicara

Takdir bukan untuk diratapi
takdir bukan untuk disesali
takdir kecupan manis
bagi hati yang suci

Aku hanyalah sebutir pasir
berharap angin kan menerpaku
ke lautan cinta suci
agar kureguk kembali
cinta sejati


Kamis, 14 November 2013

Kurikulum 2013 Upaya Revitalisasi Pendidikan Karakter



Indonesia mencanangkan generasi emas pada tahun 2045. Generasi emas yang diharapkan sesuai  dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah generasi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung  jawab . Generasi yang secara aktif mampu mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian  diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara serta dunia secara global. Generasi yang  cerdas komprehensif: produktif, inovatif, damai dalam interaksi  sosialnya, sehat dan menyehatkan dalam interaksi alamnya, dan berperadaban unggul. Mampukah kurikulum 2013 menjawab tantangan itu semua?

Pendidikan nasional sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Pendidikan nasional harus berperan secara optimal sebagai wahana utama dalam pembangunan bangsa dan karakter.

Berdasarkan laporan PERC (Political and Economic Risk Consultancy) dan UNDP (United Nation Development Program), menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia menempati posisi terburuk di kawasan Asia (dari 12 negara yang disurvey oleh PERC). Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang, Taiwan, India, Cina dan Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke-12 setingkat di bawah Vietnam. Selain itu, hasil studi PISA (Program for International Student Assessment), yaitu studi yang memfokuskan pada literasi bacaan, matematika, dan IPA, menunjukkan peringkat Indonesia baru bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Hasil studi TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi Apa faktor penyebabnya?

Sistem pendidikan yang diterapkan di negara kita lebih mementingkan aspek pengetahuan (kognitif) serta meremehkan pengembangan aspek afektif dan psikomotor dalam pembelajaran. Siswa dituntut untuk menghafal materi pelajaran tanpa disertai dengan penerapan dari materi yang telah dipelajari. Keberhasilan pembelajaran hanya diukur dengan instrument (soal) yang menekankan pada aspek kognitif. Hal ini terbukti dari pelaksanaan pembelajaran yang mengembangkan karakter bangsa seperti Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Pendidikan Agama, Ilmu Pengetahuan Sosial lebih menekankan pada aspek kognitif daripada aspek afektif dan psikomotorik. Di samping itu, penilaian dalam mata-mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan karakter belum secara total mengukur sikap dan kepribadian siswa. Padahal sistem pendidikan mempunyai tujuan utama yaitu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara simultan dan seimbang. Pendidikan semacam ini hanya melihat manusia dari sisi kecerdasan intelektualnya saja. sementara kecerdasan linguistik, kinestetik, estetik, intra personal, interpersonal, dan lainnya diabaikan. Pengajaran diarahkan pada pengembangan dimensi akademik siswa.

Menjelang ujian akhir sekolah atau ujian nasional banyak orang tua yang mencari lembaga bimbingan belajar agar anak-anaknya bisa menguasai bidang studi yang diujikan demi memperoleh nilai yang tinggi. Mereka menganggap bahwa nilai ujian nasional yang tinggi menjadi tolok ukur keberhasilan pendidikan. Padahal istrumen (soal) ujian nasional hanya mengukur keberhasilan dari aspek kognitif. Sementara dari segi aspek afektif dan psikomotor tidak begitu dipentingkan.     

Sementara sekolah sebagai penyelenggara pendidikan bagaimanapun caranya selalu mengupayakan agar anak didiknya lulus 100%. Hal ini dilakukan demi menjaga nama baik sekolah. Akibatnya, berbagai cara yang tidak bermoral dilakukan, seperti mengatrol nilai, membocorkan soal ujian, memberikan contekan dan sebagainya. Keadaan demikian menyebabkan sekolah telah menjadi tempat melakukan praktek perbuatan yang tidak bermoral. Sekolah menjadi lembaga pendidikan telah melahirkan orang-orang yang tidak berkarakter mulia, dan tidak bermoral.

Dalam mengatasi pendidikan sebagaimana tersebut di atas pemerintah berusaha merevitalisasi pendidikan karakter melalui implementasi kurikulum 2013 di setiap jenjang pendidikan. Kurikulum dianggap sebagai salah satu unsur yang bisa memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Kurikulum 2013 dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sebagai instrumen untuk mengembangkan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, dengan berusaha mengarahkan peserta didik menjadi: (1)manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan menjadi factor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang jaman. Melalui implementasi kurikulum 2013 inilah diharapkan Indonesia mampu mewujudkan generasi emas pada tahun 2045. Generasi emas yang diharapkan adalah  generasi yang cerdas, generasi yang memiliki pola pikir solutif-nondestruktif, cost effectiveness (biaya sosial, politik, dan ekonomi) dalam menyelesaikan berbagai tantangan dan persoalan, serta selalu berpegang pada pentingnya menjunjung tinggi harkat dan martabat.

Kata Mereka tentang Aku

“Kasih sayang sebagai dasar pendidikan” itulah judul artikel yang kubaca pada mala m ini. Artikel ini ditulis  oleh Dr. Dedi Supriadi d...