Sabtu, 05 Januari 2013

Sistematika Pengolahan Berita di Media Massa



Media massa baik media cetak maupun media elektronik memberikan informasi berupa berita, hiburan, dan informasi lainnya. Media massa yang ada pada saat ini merupakan rangkaian proses mulai dari kegiatan pencarian berita, pemuatan di media cetak atau disajikan di media elektronik untuk proses selanjutnya dipasarkan kepada masyarakat. Proses produksi pemberitaan di media massa melalui beberapa tahap, antara lain :
1.      News Planning ( perencanaan berita)
Dalam tahap ini redaksi melakukan Rapat Proyeksi, yakni perencanaan tentang informasi yang akan disajikan. Acuannya adalah visi, misi, rubrikasi, nilai berita, dan kode etik jurnalistik. Dalam rapat inilah ditentukan jenis dan tema-tema tulisan/berita yang akan dibuat dan dimuat, lalu dilakukan pembagian tugas di antara para wartawan.
 2.      News Hunting  (pengumpulan bahan berita)
Setelah rapat proyeksi dan pembagian tugas, para wartawan  melakukan pengumpulan data (bahan berita) berupa fakta dan data. Pencarian data tersebut dilakukan pada pagi hari sampai siang hari. Pencarian data – data tersebut diperoleh melalui reportase (peliputan), penelusuran referensi atau pengumpulan data melalui wawancara dan riset kepustakaan.
a.       Reportase
Reportase adalah kegiatan jurnalistik berupa meliput langsung ke lapangan, ke "TKP" (tempat kejadian perkara). Wartawan mendatangi langsung tempat kejadian / peristiwa, lalu mengumpulkan fakta dan data seputar peristiwa tersebut. Fakta dan data yang dikumpulkan harus memenuhi unsur-unsur berita 5W + 1H – What (peristiwa apa), Who (siapa yang terlibat dalam peristiwa itu), Where (dimana kejad.iannya), When (kapan kejadiannya), Why (mengapa peristiwa itu terjadi), dan How (bagaimana proses kejadiannya). Peristiwa yang diliput harus bernilai jurnalistik atau bernilai berita (news values), yakni aktual, faktual, penting dan menarik.
b.      Wawancara
Semua jenis peliputan berita memerlukan proses wawancara (interview) dengan sumber berita atau nara sumber (interviewee). Wawancara bertujuan menggali  informasi, komentar, opini, fakta atau data tentang suatu masalah atau peristiwa dengan mengajukan pertanyaan kepada nara sumber.
c.       Riset Kepustakaan
Riset kepustakaan (studi literatur) adalah teknik peliputan atau pengumpulan data dengan mencari kliping koran, makalah-makalah atau artikel koran, menyimak brosur-brosur, membaca buku atau menggunakan fasilitas search engine di internet.
3.      Pengolahan Data dan News Writing (penulisan naskah)
Setelah wartawan memperoleh berita, kemudian dilakukan rapat penentuan kembali  berita yang akan dimuat. Data yang telah terkumpul mulai diolah dengan mencocokkan rencana awal dengan data yang diperoleh. Jika terjadi ketidakcocokan data di lapangan dengan  perencanaan sebelumnya, terlebih dahulu wartawan harus mengubah sudut pandang  (angle) dan fokus berita serta membuat rencana tulisan yang baru sesuai dengan data yang ada.
Setelah ditentukan angle baru atau data itu sudah sesuai dengan perencanaan, langkah selanjutnya adalah menyiangi data dengan memilah-milah data yang  relevan serta membuang data yang tidak perlu. Melalui proses menyiangi ini akan terlihat reportase yang dilengkapi dengan wawancara khusus atau wawancara itu dimasukkan dalam bagian reportase, artinya menyatu dengan tulisan induk. Selain itu, Juga terlihat tulisan yang perlu didukung oleh grafik atau tabel agar lebih mudah menjelaskan kepada pembaca.
Agar mudah mengolah data , terlebih dahulu dibuat outline . Apalagi berita yang dirancang itu  merupakan berita panjang sejenis laporan utama serta melibatkan wartawan yang banyak, outline akan sangat membantu karena dapat mengatur lalulintas informasi dan membagi permasalahan. Penulis berita tinggal mengikuti out line itu.
Setiap media massa mempunyai cara tersendiri dalam pengolahan berita  serta  memberikan suatu ciri yang khas dalam penyajiannya. Media massa harus muncul dengan konsep pemberitaan multi angle (banyak angle pemberitaan) dan friendly newspaper (koran yang bersahabat). Konsep multi angle tertuang dalam penyajian berita yang diangkat dengan berbagai angle/sudut pemberitaan. Hal ini memudahkan pembaca untuk menangkap informasi secara lebih cepat dan mampu memilah bagian informasi penting dalam satu topik pemberitaan. Sedangkan konsep friendly newspaper tertuang pada penyajian berita-berita yang ekslusif, dapat dibaca dengan cepat, serta lebih menekankan pada penyelesaian masalah pada pemberitaan yang bersifat konflik.
Agar menarik dan memaksa orang membaca, ada sesuatu yang ditonjolkan dari penulisan berita sesuai dengan teknis penyajiannya, misalnya dengan memperbesar tulisan judul, meletakkan tulisan diantara garis-garis hias, menggunakan kalimat-kalimat yang singkat tapi mengena,dsb . Selain itu, halaman depan koran Radar Kediri dibuat semenarik mungkin . Demikian pula berita untuk halaman pertama ini dijaga agar selalu hangat, up to date dan merupakan berita terpenting yang khas dan tidak dimiliki koran lain.
Setelah jelas halaman tempat berita itu akan dimuat, panjang berita, serta penekanan pada aspek berita yang ditonjolkan, kemudian berita tersebut mulai ditulis. Hasil tulisan diserahkan kepada redaktur terkait, untuk disunting dari segi bahasa dan isinya.
4.      News Editing ( penyuntingan naskah).
 Data yang telah diolah  dan diketik  kemudian harus disunting dari segi redaksional (bahasa) dan isi (substansi). Dalam tahap ini dilakukan perbaikan kalimat, kata, sistematika penulisan, dan substansi naskah, termasuk pembuatan judul yang menarik dan layak jual serta penyesuaian naskah dengan space atau kolom yang tersedia.
5.      Layout Berita
Layout  bisa diartikan sebagai penyusunan tata letak perwajahan sebuah media cetak. Layout dilakukan dengan memasukkan ilustrasi atau foto, desain cover, dsb.  ke dalam berita yang telah diketik. Persoalan desain-desain dan penempatan berita dikerjakan oleh seorang layouter. Jadi, dalam penerbitan media cetak, seorang layouter berperan sangat penting. Setelah proses layout selesae, selanjutnya desain koran yang sudah jadi dikirim ke percetakan koran.
            Tujuan Pengolahan Data Berita
           1.  Untuk mengetahui kesesuaian hasil liputan dengan rancangan awal yang sebelumnya ditetapkan dalam rapat redaksi. Apakah ada hal-hal yang baru, yang mungkin lebih menarik diangkat dalam penulisan. Atau, sebaliknya, hasil liputan ternyata justru biasa saja, tidak sehebat atau sedramatis yang diharapkan.
     2.  Untuk mengetahui kelangkapan data yang terliput oleh reporter serta  mempertimbangkan asas keberimbangan dan proporsionalitas dalam isi pemberitaan.
     3.  Untuk menentukan letak berita itu akan ditempatkan. Di sejumlah media, ada rapat khusus (kadang-kadang disebut rapat budgeting, meski ini tidak ada hubungannya dengan uang) untuk membahas penempatan berita . Hasil liputan itu layak untuk berita utama di halaman pertama, atau sekadar layak untuk dimuat pendek di halaman dalam, atau justru tidak layak dimuat sama sekali.

Sabtu, 22 Desember 2012

In Memorian Laskar Bintang Tujuh



Laskar Bintang Tujuh
Sebulan yang lalu, ya, tepatnya di hari Rabu, aku menerima titah untuk berpetualang ke Istana Bintang Tujuh. Sebuah Istana mungil yang sederhana dihuni oleh sekitar tiga puluhan bintang kejora. Meskipun sederhana, kerlap kerlip cahaya penghuninya menciptakan keindahan tersendiri bagi pemandangnya, sehingga istana tampak ramai,  tampak damai sedamai hati yang damai .
Pagi itu, dengan langkah ragu, dengan perasaan cemas tak menentu kubuka gerbang istana itu. Setelah gerbang kubuka aku terkejut “ selamat pagi “ sapaan ramah penghuni istana bintang tujuh meluluhkan perasaan cemasku. Rasa ragu musnah seketika berganti dengan perasaan bangga dan bahagia. Segera kubalas sapa mereka dan berkenalan dengan mereka, penghuni Istana Bintang Tujuh. Satu persatu kumulai perkenalan itu, mulai dari bintang Nuril yang bercahaya hingga bintang Kristan yang paling imut. Ah, sungguh awal perkenalan yang indah. Begitulah kesan perkenalan singkatku dengan Laskar Bintang Tujuh.Ya, begitulah aku menamainya.
Setelah perkenalan singkat itu, kumulai petualanganku di Istana Bintang Tujuh. Kujelajahi pengetahuan mereka kutransformasikan dengan pengetahuanku. Mulanya, perasaan grogi yang menghantui membuatku susah tuk melangkah dan beradaptasi dengan mereka. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, rasa grogi itu seketika berubah menjadi rasa percaya diri yang tinggi. Ya , antusiasme  Laskar Bintang Tujuh tuk ikut larut dalam permainanku menumbuhkan kekuatan tersendiri dalam diriku. Seakan –akan  telah menumbuhkan semangat juangku kembali. Rasa bangga , bahagia, haru, biru mewarnai petualanganku di istana Bintang Tujuh. Sungguh aku merasa bahagia bisa berada di tengah mereka, berbagi pengalaman bersama, bercerita ,bercanda, tertawa.. Begitulah kesanku selama bersama mereka . Berada bersama mereka bagaikan berada di tengah kilauan cahaya bintang - bintang yang bersinar. Bintang – bintang itu tengah berlomba – lomba agar dapat bersinar seterang bulan tuk menghiasi gelapnya dunia malam.
Tanpa terasa , waktu berjalan begitu cepat. Kira - kira seminggu lagi petualanganku bersama mereka kan berakhir. Mungkin aku akan merasa kesepian.Tak kan kudengar lagi celotehan bintang Ical yang menggelitik, celotehan bintang Adit yang tak pernah bahagia, celotehan bintang Kristan yang manja, Bintang Erriq yang penyayang, bintang Destari yang selalu ingin tahu, bintang Restika , bintang Rosi, bintang Pagi yang centil. Tak kan kurasakan lagi sapaan lembut bintang Putri , bintang Ayu, bintang Nathan, bintang Gary, bintang Maria, bintang Riska, bintang Nuril yang selalu bercahaya dan bintang – bintang yang lain. Tak akan kunikmati kembali salam keakraban persahabatan yang hangat dari bintang Maha, bintang Aphrodit, bintang Faricha, bintang Mida, bintang Maya,bintang Ridha , bintang Sukma dan ribuan bintang yang lain. Tak kan kulihat lagi gaya belajar bintang Bima yang unik, bintang Rama yang aktif, keseriusan bintang Putra , bintang Rasyid, bintang Ain , bintang Iful, bintang Dana , bintang Efri, bintang Mothy, bintang Geri dan semua bintang dalam Laskar Bintang Tujuh.
Begitulah cerita singkat pengalamanku berpetualang bersama Laskar Bintang Tujuh. Ucapan terima kasih kupersembahkan untuk Laskar Bintang Tujuh yang mau menerimaku, sudi bersahabat denganku. Harapanku semoga pertemuan yang singkat ini tak kan terlupa sepanjang waktu.
Semoga Laskar Bintang Tujuh dapat meraih harapan dan cita – cita , dapat bersinar seterang bulan bercahaya. Doakan aku sehat selalu, teraih semua impian dan harapanku, bermanfaat pengetahuanku, sukses dalam ujianku, lulus kuliahku dengan prestasi yang membanggakan Bapak/Ibu.          
                                                                     Kediri, 14 Oktober 2011
                                                                                  By Dewie

Rabu, 19 Desember 2012

Ragam Bahasa Jurnalistik




Bahasa bersifat arbitrer atau manasuka. Artinya bahasa dapat di-manfaatkan oeh siapa pun dan kapan pun dengan menyesuaikan situasi dan kondisinya sesuai perkembangan zaman. Karena bahasa selalu mengalami perkembangan sehingga muncul berbagai ragam atau variasi dalam pemakaiannya. Kridalaksana (dalam Rohmadi, 2011:73) mendefinisikan ragam bahasa sebagai variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda-beda me-nurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, dan menurut medium bicaranya.
Ragam bahasa jurnalis sebagai salah satu varian dari ragam bahasa Indonesia merupakan ragam bahasa yang digunakan oleh para jurnalis/ wartawan dalam menulis karya-karya jurnalistik. Karena  memiliki keter-batasan ruang dan waktu , maka ragam bahasa jurnalistik dituntut untuk selalu berpegang pada rinsip kepadatan, keefektifan, dan kejelasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rohmadi (2011:74) :
Ragam bahasa jurnalistik sebagai salah satu varian dari pemakaian bahasa di dalam kehidupan sehari-hari harus singkat, jelas, dan efektif. Pemakaian ragam jurnalistik dituntut untuk menyesuaikan dengan media yang digunakan sangat terbatas, maka harus selalu berpegang pada prinsip kepadatan, keefektifan, dan kejelasan.

Secara spesifik, bahasa jurnalistik dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu bahasa jurnalistik surat kabar, bahasa jurnalistik tabloid, bahasa jurna-listik majalah, radio siaran, televisi . Selain harus tunduk kepada kaidah atau prinsip-prinsip umum bahasa Indonesia, bahasa jurnalistik juga memiliki ciri-ciri yang  spesifik. Adapun ciri utama dari bahasa jurnalistik yang secara umum berlaku antara lain sederhana, singkat, padat, lugas, jelas, jernih, me-narik, demokratis, mengutamakan kalimat aktif, sejauh mungkin menghindari penggunaan kata atau istilah tenis, dan tunduk kepada kaidah serta etika ba-hasa baku (Sumadiria, 2008:53).
a.    Sederhana
Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang hetrogen, baik dilihat dari tingkat intelektualitasnya maupun karak-teristik demografis dan psikografisnya. Kata-kata dan kalimat yang rumit, yang hanya dipahami maknanya oleh segelintir orang, tabu digunakan dalam bahasa jurnalstik.
b. Singkat.
Singkat berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak memboroslan waktu pembaca yang sangat berharga. Ruangan atau kapling yang tersedia pada kolom-kolom hala-man surat kabar, tabloid atau majalah sangat terbatas, sementara isi-nya banyak dan beraneka ragam. Konsekuensinya apa pun pesan yang akan disampaikan tidak boleh bertentangan dengan filosofi, fungsi dan karakteristik pers.
  1. Padat
Padat dalam bahasa jurnalistik menurut Patmono SK, redaktur senior Sinar Harapan dalam bukunya Tehnik Jurnalistik (1996:45) berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan paragraf yang ditulis membuat banyak infor-masi penting dan menarik untuk khalayak pembaca. Ini berarti terdapat perbedaan yang tegas antara kalimat singkat dan kalimat padat. Kalimat singkat tidak berarti memuat banyak informasi. Tetapi kalimat yang padat mengandung lebih banyak informasi.
  1. Lugas
Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufisme atau pengahlusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan khalayak pembaca sehingga etrjadi perbedaan persepsi dan kesalahan konklusi.
  1.  Jelas
Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Sebagi contoh, hitam adalah warna yang jelas, begitu juga dengan putih kecuali jika keduanya digabungkan maka akan menjadi abu-abu . per-bedaan warna hitam dan putih melahirkan kesan kontras. Jelas disini mengandung tiga arti: jelas artinya, jelas susunan kata atau kalimatnya sesuai dengan kaidah susunan unsur kalimat (SPOK), dan jelas sasaran atau maksudnya.
  1.  Jernih
Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah. Dalam pendekatan analisis wacana, kata dan kalimat yang jernih berarti kata dan kalimat yang tidak memilki agenda tersembunyi di balik pemuatan suatu berita atau laporan keculai fakta, kebenaran, kepentingan publik. Dalam perspektif orang-orang komunikasi, jernih berarti senantiasa mengembangkan pola pikir positif (positive thinking) dan menolak pola pikir negatif (negative thinking). Hanya dengan pola pikir positif , kepala dingin, hati jernih, dan dada lapang semua fenomena dan persoalan yang teradapat dalam masyarakat dan pemerintah dapat terlihat .
  1. Menarik
Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca. Memicu selera pembaca. Bahasa jurnalistik berpijak pada prinsip menarik, benar dan baku.
  1.  Demokratis
Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana dijumpai dalam gramatika bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Bahasa jurnalistik menekankan aspek fungsional dan komunal, se-hingga sama sekali tidak dikenal pendekatan feodal sebagaimana dijumpai pada masyarakat dalam lingkungan priyayi dan keraton.
  1. Mengutamakan kalimat aktif
Kalimat aktif lebih mudah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca dari pada kalimat pasif. Bahasa jurnalistik harus jelas susunan katanya, dan kuat maknanya (clear dan strong). Kalimat aktif lebih me-udahkan pengertian dan memperjelas tingakt pemahaman. Kalimat pasif sering menyesatkan pengertian dan membingungkan tingkat pemahaman.
  1. Menghindari kata atau istilah teknis
Karena ditujukan untuk umum, maka bahasa jurnalistik harus seder-hana, mudah dipahami, ringan dibaca. Salah satu cara untuk itu ialah de-ngan menghindari penggunaan kata atau istilah-istilah teknis. Kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau komuniats tertentu yang relatif homogen. Realitas yang homogen, menurut perspektif filsafat ba-hasa, tidak boleh dibawa ke dalam realitas yang heterogen. Jika peng-gunaan istilah teknis tersebut tidak dapat dihindarkan, maka istilah teknis itu harus disertai penjelasan dan ditempatkan dalam tanda kurung.
Surat kabar yang  lebih banyak memuat kata atau istilah teknis, men-cerminkan surat kabar tersebut kurang melakukan pembinaan dan pelatih-an terhadap wartawannya; tidak memiliki editor bahasa; tidak me-miliki buku panduan peliputan dan penulisan berita serta laporan;dan tidak me-miliki sikap profesional dalam mengelola penerbiatan pers yang ber-kualitas.
  1. Tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku
Pers, sebagai guru bangsa dengan fungsinya sebagai pendidik, pers wajib menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku, bahasa pers harus baku, benar, dan baik.
Dalam etika berbahasa, pers tidak boleh menuliskan kata-kata yang tidak sopan, kata-kata vulgar, kata-kata berisi sumpah serapah, kata-kata hujatan dan makian yang sangat jauh dari norma sosial budaya agama, atau dengan rendah lainnya dengan maksud untuk membangkitkan asosiasi serta fantasi seksual khalayak pembaca.

Kata Mereka tentang Aku

“Kasih sayang sebagai dasar pendidikan” itulah judul artikel yang kubaca pada mala m ini. Artikel ini ditulis  oleh Dr. Dedi Supriadi d...