Minggu, 03 Juni 2012

Makna Syair Abdul Muluk


Syair Abdul Muluk

 Dayang segera turunkan pergi,
Mengambil teropong berlagak kaki,
Lalu dibaca ke anjung tinggi,
Siti meneropong kapal dan kici.
Sesudah meneropong Siti terala,
Dayang tahadi meneropong pula,
Direbut dayang Ratna Jumala,
Katanya, ‘Huwa Allah Taala.
Kita meneropong tiada sempat,
Tangan merebut terlalu cepat!’
Direbut pada dayang Mahaibat,
Sambil tertawa mulut disumbat.
Seketika bersenda sekalian Siti,
Meneropong semua bersungguh hati,
Lepas seorang, seorang ganti,
Tampaklah kealatan muda yang sakti.
Tampaklah segala hulubalang berjalan,
Bersiar di kapal berambal-ambalan,
Ia memakai pedang gemerlapan,
Pistol dipegang berjuluran.
Tampaklah hulubalang berbagai-bagai,
Ada yang berjanggut, ada yang bermisai,
Ada berserban terumbai-rumbai,
Ada gemuk, ada yang lampai.
Ada yang seperti harimau menerkam,
Bersiar sambil tangan digenggam,
Ada yang menghisap hokah manikam,
Keluar dari mulut asapnya hitam

berambal-ambalan = berarak-rakan.
bermisai = bercambang
hokah = pipa  

Makna Tekstual :
Dayang segera pergi mengambil teropong,kemudian dibawanya teropong itu ke anjungan kapal. Siti meneropong kapal dan kici( kapal kecil ).setelah meneropong Siti merasa kagum.Melihat sikap Siti yang demikian,dayang tadi juga ikut meneropong. Tiba – tiba teropong direbut dayang Ratna Jumala, Katanya, ‘Huwa Allah Taala. Belum sempat meneropong , teropong direbut oleh dayang Mahaibat, Sambil tertawa dan bercanda kemudian mereka meneropong secara bergantian.Tampaklah seorang pemuda yang sakti bersama beberapa hulubalang yang sedang berjalan,Mereka arak –arakan bersiar di kapal .Ia memakai pedang yang gemerlapan serta membawa pistol. Sedangkan Para hulubalang itu tampak bermacam – macam,ada yang berjanggut, ada yang bermisai( bercambang ),ada berserban terumbai-rumbai, ada yang gemuk dan ada yang kurus,ada yang seperti harimau menerkam( kejam ), bersiar sambil tangan digenggam.ada yang menghisap hokah manikam yang mengeluarkan asap hitam.

Cerita Asli :
Cerita syair Abdul Muluk dimulai dari negeri Barbari dengan raja-raja Sultan Abdul Aidid. Sultan ini memenjarakan seorang pedagang Hindustan yang dituduh berbuat curang dalam pengaduannya. Pedagang yang kemudian meninggal di dalam penjara ini ternyata adalah paman Sultan Hindustan.Dendamlah Sultan Hindustan kepada Raja Kerajaan Barbari. Tetapi, karena Raja Barbari amat kuat, saat pembalasan ditangguhkan oleh Sultan Hindustan.Syahdan Abdul Aidid wafat dan negeri-nya diperintah oleh anaknya, Sultan Abdul Mukari. Abdul Mukari yang telah beristri,pada suatu hari bertemu dengan putri negeri Ban, Siti Akbari atau Bukit Permata. Putri ini diambilnya sebagai istrinya yang kedua. Sultan Hindustan yang mengetahui bahwa Sultan Abdul Aidid telah wafat segera menyerbu Barbari dan berhasil menahan Abdul Mukari beserta istri pertamanya. Ketika Sultan Hindustan bermaksud memperistri istri Sultan Abdul Mukari, istri pertama ini setuju asal ia diperistri bersama Siti Akbari. Ketika Siti Akbari dicari, ia ditemukan telah menjadi mayat di kamarnya.Sebenarnya Siti Akbari belum mati. Ia mengembara dan menyamar sebagai lelaki. Dalam pengembaraannya, ia berhasil menolong seorang raja yang dirongrong pemberontakan pamannya sendiri. Dengan pertolongan raja inilah Siti Akbari memerangi Sultan Hindustan dan membebaskan Sultan Abdul Mukari. Namun, Sultan Abdul Mukari tetap bersedih karena istri keduanya, Siti Akbari, sudah mati. Maka diaturlah suatu pertemuan untuk menyadarkan Sultan Abdul Mukari dan istri pertamanya bahwa pembebasnya, tak lain adalah Siti Akbari. ( sumber Berbahasa dan Bersastra Indonesia : Asep Wirajaya )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kata Mereka tentang Aku

“Kasih sayang sebagai dasar pendidikan” itulah judul artikel yang kubaca pada mala m ini. Artikel ini ditulis  oleh Dr. Dedi Supriadi d...