Rabu, 27 November 2013

Nyanyian Malam

Gemericik suara hujan memecah kesunyian malam. Bak mengalun irama kendang diringi tarian laron merayakan kebebasan.Semua sama, sama seperti yang dulu.Sama seperti waktu itu. Semua berlalu tanpa ada sesuatu. Tak ada yang baru.Status hidupku tetap ungu. Inginku jadi warna merah yang merekah. Atau jadi warna putih yang bersih. Jangan jadi warna hitam yang buram atau warna cokelat yan pekat. Mengubah bukan perkara mudah. Tak semudah memberi warna pada dinding rumah.Mengubah butuh mau, butuh waktu, butuh laku, butuh ilmu.    

Sabtu, 23 November 2013

Kucoba Cari Jawab






Di mana lagi harus kucari
Jawaban dari teka-teki yang Kau uji
Sekian lama kucoba jawab
Tanpa kuragu
Tanpa rasa malu
Namun semua beku
Dalam malam kumeratap
Dalam sujud kuberharap
Dalam doa kumeminta
Dalam ikhtiar kumenerka
Namun semua belum lengkap
Tuk tunjukkan jawab
Dalam sabar kucoba pasrah
tak ada kata kalah
Tak ada kata menyerah
Tetap yakinkan hati
Suatu saat kan terisi
tekiteki yang kau uji

Kembali



 

Tidakkah Kau tahu 

Apa yang Kau sembunyikan dariku 

telah cukup menjadi teguran bagiku 

Namun mengapa qolbu ini tetap beku 

Tanpa setitik nur-Mu tuk sinari hatiku 

Mengapa lidah ini kelu 

Tanpa sepatah kalam tuk agungkan asma-Mu 

mengapa diri ini tetap bisu 

Tanpa sejangkah langkah tuk menuju Ridlo-Mu 

Qolbuku berharap nur-Mu 

Lidahku ingin agungkan asma-Mu 

langkahku ingin gapai ridlo-Mu 

Aku ingin kembali 

Menjadi diri yang fitri 

Tuk menggapai Ridlo Ilahi

Jumat, 22 November 2013

Cintaku


Cintaku bermukim di ruang antara
antara sedih dan bahagia
antara benci dan rindu
menyatu dalam kalbu

Kalbu membisu
harap pengap
asa binasa
tatkala takdir bicara

Takdir bukan untuk diratapi
takdir bukan untuk disesali
takdir kecupan manis
bagi hati yang suci

Aku hanyalah sebutir pasir
berharap angin kan menerpaku
ke lautan cinta suci
agar kureguk kembali
cinta sejati


Kamis, 14 November 2013

Kurikulum 2013 Upaya Revitalisasi Pendidikan Karakter



Indonesia mencanangkan generasi emas pada tahun 2045. Generasi emas yang diharapkan sesuai  dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah generasi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung  jawab . Generasi yang secara aktif mampu mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian  diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara serta dunia secara global. Generasi yang  cerdas komprehensif: produktif, inovatif, damai dalam interaksi  sosialnya, sehat dan menyehatkan dalam interaksi alamnya, dan berperadaban unggul. Mampukah kurikulum 2013 menjawab tantangan itu semua?

Pendidikan nasional sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Pendidikan nasional harus berperan secara optimal sebagai wahana utama dalam pembangunan bangsa dan karakter.

Berdasarkan laporan PERC (Political and Economic Risk Consultancy) dan UNDP (United Nation Development Program), menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia menempati posisi terburuk di kawasan Asia (dari 12 negara yang disurvey oleh PERC). Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang, Taiwan, India, Cina dan Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke-12 setingkat di bawah Vietnam. Selain itu, hasil studi PISA (Program for International Student Assessment), yaitu studi yang memfokuskan pada literasi bacaan, matematika, dan IPA, menunjukkan peringkat Indonesia baru bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Hasil studi TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi Apa faktor penyebabnya?

Sistem pendidikan yang diterapkan di negara kita lebih mementingkan aspek pengetahuan (kognitif) serta meremehkan pengembangan aspek afektif dan psikomotor dalam pembelajaran. Siswa dituntut untuk menghafal materi pelajaran tanpa disertai dengan penerapan dari materi yang telah dipelajari. Keberhasilan pembelajaran hanya diukur dengan instrument (soal) yang menekankan pada aspek kognitif. Hal ini terbukti dari pelaksanaan pembelajaran yang mengembangkan karakter bangsa seperti Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Pendidikan Agama, Ilmu Pengetahuan Sosial lebih menekankan pada aspek kognitif daripada aspek afektif dan psikomotorik. Di samping itu, penilaian dalam mata-mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan karakter belum secara total mengukur sikap dan kepribadian siswa. Padahal sistem pendidikan mempunyai tujuan utama yaitu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara simultan dan seimbang. Pendidikan semacam ini hanya melihat manusia dari sisi kecerdasan intelektualnya saja. sementara kecerdasan linguistik, kinestetik, estetik, intra personal, interpersonal, dan lainnya diabaikan. Pengajaran diarahkan pada pengembangan dimensi akademik siswa.

Menjelang ujian akhir sekolah atau ujian nasional banyak orang tua yang mencari lembaga bimbingan belajar agar anak-anaknya bisa menguasai bidang studi yang diujikan demi memperoleh nilai yang tinggi. Mereka menganggap bahwa nilai ujian nasional yang tinggi menjadi tolok ukur keberhasilan pendidikan. Padahal istrumen (soal) ujian nasional hanya mengukur keberhasilan dari aspek kognitif. Sementara dari segi aspek afektif dan psikomotor tidak begitu dipentingkan.     

Sementara sekolah sebagai penyelenggara pendidikan bagaimanapun caranya selalu mengupayakan agar anak didiknya lulus 100%. Hal ini dilakukan demi menjaga nama baik sekolah. Akibatnya, berbagai cara yang tidak bermoral dilakukan, seperti mengatrol nilai, membocorkan soal ujian, memberikan contekan dan sebagainya. Keadaan demikian menyebabkan sekolah telah menjadi tempat melakukan praktek perbuatan yang tidak bermoral. Sekolah menjadi lembaga pendidikan telah melahirkan orang-orang yang tidak berkarakter mulia, dan tidak bermoral.

Dalam mengatasi pendidikan sebagaimana tersebut di atas pemerintah berusaha merevitalisasi pendidikan karakter melalui implementasi kurikulum 2013 di setiap jenjang pendidikan. Kurikulum dianggap sebagai salah satu unsur yang bisa memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Kurikulum 2013 dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sebagai instrumen untuk mengembangkan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, dengan berusaha mengarahkan peserta didik menjadi: (1)manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan menjadi factor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang jaman. Melalui implementasi kurikulum 2013 inilah diharapkan Indonesia mampu mewujudkan generasi emas pada tahun 2045. Generasi emas yang diharapkan adalah  generasi yang cerdas, generasi yang memiliki pola pikir solutif-nondestruktif, cost effectiveness (biaya sosial, politik, dan ekonomi) dalam menyelesaikan berbagai tantangan dan persoalan, serta selalu berpegang pada pentingnya menjunjung tinggi harkat dan martabat.

Selasa, 19 Februari 2013

MUNAJAT

Duhai Rabbi, sesungguhnya Engkaulah Pemilik hati...
Yang menumbuhkan kerinduan dalam diriku untuk bertemu belahan jiwaku. Menciptakan kasih sayang di antara kami agar tenteram hidupku dan merasakan kebahagiaan atas indahnya ciptaan-Mu.

Duhai Rabbi, jika tak pernah cukup amalku membawaku ke surga Mu, berikanlah aku seorang imam yang akan mendoakanku menjadi bidadari surganya hingga doanya menjadi salah satu alasan bagi-Mu mengisi salah satu surga-Mu dengan aku.
Duhai Rabbi, jika tak pernah mampu aku memberatkan timbangan amalku dengan ibadahku sendiri, berikanlah aku seseorang yang membuatku mengabdikan diri kepadanya sebagai bukti cintaku kepada-Mu, agar ridhanya menjadi kunci bagiku membuka surga-Mu.
Duhai Rabbi, andai itu semua tak layak untukku, pertemukanlah aku dengan jiwa baik yang kurindu itu, yang mengaitkan cintanya hanya kepada-Mu, yang akan kumuliakan dalam pernikahan yang tenteram 
hingga semakin kuat cintaku kepada-Mu
Hingga kami berkumpul dalam naungan kasih sayang-Mu
Dan maafkan kami atas kesalahan kami yang pernah memburu cinta yang hadir tanpa-Mu, 
yang datang tidak atas nama-Mu ...
Dan biarkanlah kami menjadi hamba yang mengisi menara-menara langit-Mu, 
yang Kau janjikan akan terisi dengan mereka yang saling mencintai karena-Mu
Doa diambil dari buku Sejuta Pelangi karya Oki Setiana Dewi

Sabtu, 26 Januari 2013

Hubungan Sosiolinguistik dengan Disiplin Ilmu yang Lain

1.    Sosiologuistik dengan Linguistik
Sosiolinguistik merupakan ilmu yang mengkaji linguistik yang dihubungkan dengan faktor sosiologi. Dengan demikian, sosiolinguistik tidak meninggalkan linguistik. Apa yang dikaji dalam linguistik (ilmu yang mengkaji bahasa sebagai fenomena yang inedependen) dijadikan dasar bagi sosiolinguistik untuk menunjukkan perbedaan penggunaan bahasa yang dikaitkan dengan faktor sosial. Apa yang dikaji dalam linguistik, meliputi apa yang ditelaah De Saussure, kaum Bloomfieldien (Bloomfield, Charles Fries, dan Hocket) serta kaum Neo Bloomfieldien dengan deep structure dan surface structurenya, dipandang oleh sosiolinguis sebagai bentuk bahasa dasar yang ketika dikaitkan dengan pemakai dan pemakaian bahasa akan mengalami perubahan dan perbedaan. Kajian mengenai fonologi, morfologi, struktur kalimat, dan semantik leksikal dalam linguistik dipakai oleh sosiolinguistik untuk mengungkap struktur bahasa yang digunakan oleh tiap-tiap kelompok tutur sesuai dengan konteksnya. Karenanya, tidaklah mungkin seorang sosiolinguis dapat mengkaji bahasa dengan tanpa dilandasi pengetahuan mengenai linguistik murni itu.
Sosiolinguistik mengkaji wujud bahasa yang beragam karena dipengaruhi oleh faktor di luar bahasa (sosial), yang dengan demikian makna sebuah tuturan juga ditentukan oleh faktor di luar bahasa. Untuk dapat mengungkap wujud dan makna bahasa sangat diperlukan pengetahuan tentang linguistik murni (struktur bahasa), supaya kajian yang dilakukan tidak meninggalkan objek bahasa itu sendiri.
2.    Sosiolinguistik dengan Sosiologi
Sosiolinguistik memandang bahasa sebagai dasar kajian (lihat kembali hubungan antara sosiolinguistik dan linguistik) dan memandang struktur sosial sebagai faktor penentu variabel. Keduanya dipandang sebagai gegenseitige einbettung dan gegenseitige determination, dan hubungan antara keduanya ditentukan oleh persyaratan manusia, organisasi pikiran manusia (dalam bentuk argumen lahiriah), serta tuntutan intrinsik dari sebuah bidang yang sistematis, kuat, dan efektif (Hymes,1966). Apa yang terdapat dalam sosiologi, yang berupa fakta-fakta sosial ditransfer ke dalam sosiolinguistik, sehingga muncullah keyakinan bahwa bahasa berhubungan dengan strata sosial. Meskipun demikian, hubungan antara sosiolinguistik dan sosiologi sebenarnya bersifat timbal-balik (simbiosis mutualisma).
Hubungan sosiologi – sosiolinguistik
1.    Kemajuan teori sosiologi seperti kelompok politik, mobilisasi massa, interferensi antarkelompok digunakan dalam sosiolinguistik,
2.    Metodologi dalam sosiologi seperti angket, wawancara, pengamatan terlibat digunakan juga sebagai metode dalam sosiolinguistik;
3.    Istilah-istilah sosiologi seperti funktion, rolle, dan soziale dimension juga digunakan dalam sosiolinguistik;
4.    Fakta-fakta sosial dalam sosiologi ditransfer ke dalam sosiolinguistik yang meliputi transfer terhadap fungsi bahasa secara keseluruhan dan terhadap struktur bahasa itu sendiri.
Dengan memperhatikan fakta-fakta sosial ini, sosiolinguistik pun mempertimbangkan situasi berbahasa, siapa yang berbicara, di mana, dan sebagainya,, karena bagaimana pun sosiolinguistik muncul karena adanya bantuan sosiologi.
Hubungan sosiolinguistik – sosiologi
1.    Data sosiolinguistik yang memberikan ciri-ciri kehidupan sosial, menjadi barometer untuk sosiologi;
2.    Aspek sikap berbahasa mempengaruhi budaya material dan spiritual suatu masyarakat;
3.    Bahasa yang diteliti secara sosiolinguistik adalah alat utama dari perkembanagan penegetahuan menegenai sosiologi. Dengan kata lain, sosiolinguistik membantu sosiologi dalam mengklasifikasi strata sosial, seperti yang ditunjukkan oleh Labov dalam penelitiannya mengenai tuturan [r] dalam masyarakat Amerika dalam tingkat sosial yang berbeda.
3.    Hubungan Sosiolinguistik dengan Pragmatik
Pragmatik merupakan ilmu bahasa yang mempelajari tujuan dan dampak berbahasa yang dikaitkan dengan konteks, atau penggunaan bahasa yang disesuaikan dengan topik pembicaraan, tujuan, partisipan, tempat, dan sarana. Sebagaimana sosiolinguistik, pragmatik juga beranggapan bahwa bahasa (tuturan) tidaklah.
Pragmatik memandang bahasa sebagai alat komunikasi yang keberadaannya (baik bentuk maupun maknanya) ditentukan oleh penutur dan ditentukan dan keberagamannya ditentukan oleh topik, tempat, sarana, dan waktu. Fakta-fakta ini dimanfaatkan oleh sosiolinguistik untuk menjelaskan variasi-variasi bahasa atau ragam bahasa.
Pragmatik sangat menekankan aspek tujuan dalam berkomunikasi, seperti yang dikemukakan oleh Searle dalam tindak tuturnya. Bahasa akan berbeda karena adanya tujuan yang berbeda. Hal-hal ini pun dimanfaatkan oleh sosiolinguistik dengan menekankan variasi bahasa karena (berdasarkan) fungsi bahasa tersebut. Penggunaan bahasa dalam pragmatik juga sangat mempertimbangkan faktor interlokutor, yakni orang-orang yang terlibat dalam proses berkomunikasi dan berinteraksi. Karenanya, kode (meminjam istilah sosiolinguistik) yang digunakan pun berbeda. Dalam sosiolinguistik, aspek interlokutor ini dikembangkan lebih jauh dengan faktor sosial atau dialek sosial seperti tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, hubungan sosial, dan sebagainya. Apabila tuturan “3 X 4 berapa?” akan memiliki makna dan jawaban yang berbeda. Pragmatik memandang, perbedaan itu disebabkan faktor tempat, tujuan, dan penutur. Sosiolinguistik memandangnya dari sudut register. Meskipun demikian, keduanya memerlukan “pengetahuan bersama” atau common ground untuk sampai kepada pemahaman yang sebenarnya.
4.    Hubungan Sosiolinguistik dan Antropologi
Antropologi merupakan ilmu tentang manusia, khususnya tentang asal-usul, aneka warna bentuk fisik, adat-istiadat, dan kepercayaan pada masa lampau. Antropologi memandang bahwa dalam budaya terkandung aspek bahasa. Dengan demikian apabila di daerah terdapat persamaan bahasa berarti mempunyai kekerabatan budaya yang dekat. Berarti pula, kesamaan bahasa menandai kesamaan budaya, dan bahasa dipakai dalam proses pembentukan budaya seperti mantra, pantun berbalas, debat, musyawarah, dan upacara-upacara adat. Antropologi membicarakan bahasa secara garis besar guna menjelaskan aspek budaya.
Sosiolinguistik berusaha untuk memanfaatkan penggolongan masyarakat melalui budaya yang dilakukan antropologi serta memandangnya sebagai faktor pemengaruh bahasa. Sosiolinguistik berusaha menguji ulang data linguistik yang ditemukan antropologi itu. Pandangan hidup (yang tercermin dalam perilaku) dipakai sebagai faktor penyebab variasi bahasa terutama aspek kosakata dan struktur. Hal ini tampak antara lain dalam hipotesis Sapir-Whorf.
Antropologi mendekati objek secara naturalistik. Antropologi berusaha memasuki “setting” penelitian dengan rapport sebelum mengadakan observasi partisipatoris. Metode ini dimanfaatkan oleh sosiolinguistik guna menemukan data bahasa secara akurat sekaligus menemukan faktor pemengaruhnya secara terperinci. Di dalam Atropologi terdapat prinsip perkembangan dan perubahan. Prinsip ini ditransfer ke dalam sosiolinguistik sehingga muncullah istilah kronolek, tempolek, serta istilah-istilah tabu dalam sosiolinguistik. Antropologi juga memberikan konsep tentang struktur kebudayaan dan transformai kebudayaan kepada sosiolinguistik. Hal itu ditunjukkan dengan munculnya istilah grandfather (karena adanya konsep dan penghargaan kepada kakek sebagai orang tua yang mempunyai sifat dan kedudukan yang agung), serta simbok (sebagai orang tua yang dapat melengkapi dan memberi kesempurnaan atau tombok). Kebudayaan dalam antropologi disampaikan lewat bahasa, yang karenanya harus ada kemampuan komunikatif. Prinsip ini pun diambil oleh sosiolinguistik. Demikian pula, pengetahuan tentang budaya diperoleh bersamaan dengan pemerolehan bahasa, seperti sapaan, penggunaan bahasa sesuai konteks. Melalui ini pun dapat diketahui bagaimana budaya itu hidup dalam suatu masyarakat lengkap dengan nilai-nilai filosofi yang berkembang di dalamnya. Bahasa dalam antropologi digunakan untuk pengungkap budaya. Dengan demikian, apa yang dipandang penting, pastilah akan ditonjolkan. Dalam suatu masyarakat ditemukan berbagai istilah, sesuai dengan tingkat budayanya. Di Mesir misalnya, terdapat 500 kosakata untuk singa, 200 kata untuk ular, 80 kata untuk madu, dan 4644 kata untuk unta. Demikian pula, dalam budaya Jawa yang menonjolkan rasa (hingga ada istilah rumangsa bisa lan bisa rumangsa) memiliki cukup banyak kosakata ajektiva afektif, seperti sedih, susah, ngenes, nelangsa, miris, wedi, gila.
5.     Hubungan Sosiolinguistik dengan Psikologi
Pada masa Chomsky, linguistik mulai dikaitkan dengan psikologi dan dipandang sebagai ilmu yang tidak independen. Lebih jauh Chomsky mengatakan (1974) bahwa linguistik bukanlah ilmu yang berdiri sendiri. Linguistik merupakan bagian dari psikologi dalam cara berpikir manusia. Chomsky melihat bahasa sebagai dua unsur yang bersatu, yakni competence dan performance. Competence merupakan unsur dalam bahasa (deep structure) dan menempatkan bahasa dari segi kejiwaan penutur, sedangkan competence merupakan unsur yang terlihat dari parole. Dengan demikian, Chomsky memandang bahwa bahasa bukanlah gejala tunggal. namun dipengaruhi oleh faktor kejiwaan penuturnya. Chomsky juga mulai merambah wilayah makna walaupun akhirnya mengakui bahwa wilayah makna merupakan wilayah yang paling sulit dalam kajian linguistik. Apa yang dikemukakan Chomsky tentang struktur dalam dan struktur luar digunakan oleh sosiolinguistik sebagai pedoman bahwa tuturan yang nampak sebenarnya hanyalah perwujudan dari segi kejiwaan penuturnya. Lebih lanjut sosiolinguistik membuka diri untuk menelaah perbedaan bentuk tuturan itu. Kaitan antara competence dan performance terlihat dari penggunaan bahasa penutur. Orang dikatakan mempunyai kompetensi dan performansi yang baik apabila dapat menggunakan berbagai variasi bahasa sesuai dengan situasi. Orang yang berperformansi baik tentulah memiliki kompetensi yang baik, dan memungkinkan penggunaan kode luas (elaborated code). Sebaliknya, orang yang kompetensinya rendah, akan muncul kode terbatas (restricted code). Dalam psikologi perkembangan terdapat fase perkembangan. mulai menangis (tangis bertujuan: lapar, dingin, takut), tengkurap, duduk, merangkak, dan berjalan. Kesemuanya diikuti atau sejalan dengan perkembangan kebahasaannya. Dalam sosiolinguistik, hal ini diadopsi sebagai variasi bahasa dilihat dari segi usia penutur, (orang mempelajari bahasa sesuai dengan tingkat perkembangannya). Karenanya dikenal juga variasi bahasa remaja dan manula. Dari sudut psikologi, laki-laki memiliki kejiwaan yang secara umum berbeda dengan wanita. Karenanya, apa yang mereka tuturkan juga tidak sama. Sosiolinguistik mentransfer konsep ini, sehingga muncullah istilah variasi bahasa berdasarkan genus atau jenis kelamin (lihat kembali “Bahasa dan Jenis Kelamin”).

Kata Mereka tentang Aku

“Kasih sayang sebagai dasar pendidikan” itulah judul artikel yang kubaca pada mala m ini. Artikel ini ditulis  oleh Dr. Dedi Supriadi d...