Syair Abdul Muluk
Dayang segera turunkan pergi,
Mengambil teropong berlagak kaki,
Lalu dibaca ke anjung tinggi,
Siti meneropong kapal dan kici.
Sesudah meneropong Siti terala,
Dayang tahadi meneropong pula,
Direbut dayang Ratna Jumala,
Katanya, ‘Huwa Allah Taala.
Kita meneropong tiada sempat,
Tangan merebut terlalu cepat!’
Direbut pada dayang Mahaibat,
Sambil tertawa mulut disumbat.
Seketika bersenda sekalian Siti,
Meneropong semua bersungguh hati,
Lepas seorang, seorang ganti,
Tampaklah kealatan muda yang sakti.
Tampaklah segala hulubalang berjalan,
Bersiar di kapal berambal-ambalan,
Ia memakai pedang gemerlapan,
Pistol dipegang berjuluran.
Tampaklah hulubalang berbagai-bagai,
Ada yang berjanggut, ada yang bermisai,
Ada berserban terumbai-rumbai,
Ada gemuk, ada yang lampai.
Ada yang seperti harimau menerkam,
Bersiar sambil tangan digenggam,
Ada yang menghisap hokah manikam,
Keluar dari mulut asapnya hitam
berambal-ambalan
= berarak-rakan.
bermisai = bercambang
hokah = pipa
Makna Tekstual :
Dayang segera pergi mengambil teropong,kemudian
dibawanya teropong itu ke anjungan kapal. Siti meneropong kapal dan kici( kapal kecil ).setelah
meneropong Siti merasa kagum.Melihat sikap Siti yang demikian,dayang tadi juga
ikut meneropong. Tiba – tiba teropong direbut dayang Ratna Jumala, Katanya,
‘Huwa Allah Taala. Belum sempat meneropong , teropong direbut oleh dayang
Mahaibat, Sambil tertawa dan bercanda kemudian mereka meneropong secara
bergantian.Tampaklah seorang pemuda yang sakti bersama beberapa hulubalang yang
sedang berjalan,Mereka arak –arakan bersiar di kapal .Ia memakai pedang yang
gemerlapan serta membawa pistol. Sedangkan Para hulubalang itu tampak bermacam
– macam,ada yang berjanggut, ada yang bermisai( bercambang ),ada berserban
terumbai-rumbai, ada yang gemuk dan ada yang kurus,ada yang seperti harimau
menerkam( kejam ), bersiar sambil tangan digenggam.ada yang menghisap hokah
manikam yang mengeluarkan asap hitam.
Cerita Asli :
Cerita syair Abdul Muluk dimulai
dari negeri Barbari dengan raja-raja Sultan Abdul Aidid. Sultan ini memenjarakan
seorang pedagang Hindustan yang dituduh berbuat curang dalam pengaduannya. Pedagang
yang kemudian meninggal di dalam penjara ini ternyata adalah paman Sultan
Hindustan.Dendamlah Sultan Hindustan kepada Raja Kerajaan Barbari. Tetapi, karena
Raja Barbari amat kuat, saat pembalasan ditangguhkan oleh Sultan Hindustan.Syahdan Abdul
Aidid wafat dan negeri-nya diperintah oleh anaknya, Sultan Abdul Mukari. Abdul
Mukari yang telah beristri,pada suatu hari bertemu dengan putri negeri Ban,
Siti Akbari atau Bukit Permata. Putri ini diambilnya sebagai istrinya yang
kedua. Sultan Hindustan yang mengetahui bahwa
Sultan Abdul Aidid telah wafat segera menyerbu Barbari dan berhasil
menahan Abdul Mukari beserta istri pertamanya. Ketika Sultan Hindustan
bermaksud memperistri istri Sultan Abdul Mukari, istri pertama ini setuju asal ia diperistri bersama Siti
Akbari. Ketika Siti Akbari dicari, ia ditemukan telah menjadi mayat di kamarnya.Sebenarnya Siti
Akbari belum mati. Ia mengembara dan menyamar sebagai lelaki. Dalam
pengembaraannya, ia berhasil menolong seorang raja yang dirongrong pemberontakan pamannya sendiri. Dengan
pertolongan raja inilah Siti Akbari memerangi Sultan Hindustan dan membebaskan
Sultan Abdul Mukari. Namun, Sultan Abdul Mukari tetap bersedih karena istri
keduanya, Siti Akbari, sudah mati. Maka diaturlah suatu pertemuan untuk menyadarkan Sultan
Abdul Mukari dan istri pertamanya bahwa pembebasnya, tak lain adalah Siti
Akbari. ( sumber Berbahasa dan Bersastra Indonesia : Asep Wirajaya )