Banyaknya
pengertian kalimat menunjukkan bahwa pembahasan tentang kalimat mendapat
perhatian yang besar. Ramlan (1987:25) menyatakan bahwa kalimat adalah satuan
gramatikal yang dibatasi oleh jeda panjang yang disertai nada akhir turun dan
naik. Kalimat berada pada lapisan yang sama dengan morfem, kata, frase, dan
klausa, yaitu pada lapisan bentuk bahasa yang berupa satuan gramatik. Satuan
gramatik meliputi wacana, kalimat, klausa, frase, kata, dan morfem.
Keraf ( 1979:140) memberi batasan
pengertian kalimat ialah satu bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh
kesenyapan sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah
lengkap. Kelengkapan ujaran itu tentu dengan sendirinya membawa
makna.Pembatasan bidang tutur antara kesenyapan dengan kesenyapan penting
sekali, karena secara formal itulah merupakan batas – batas yang dengan tegas
dapat kita tangkap dalam suatu arus ujaran.
Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia ( TBBI ) ( 1993:254) disebutkan kalimat ialah bagian terkecil ujaran
atau teks ( wacana )yang mengungkapkan pikiran utuh secara ketatabahasaan.
Dalam wujud lisan, kalimat diiringi oleh alunan nada, di sela jeda,diakhiri
oleh intonasi selesae, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya
perpaduan atau asimilasi bunyi.Dalam wujud tulisan berhuruf latin, kalimat
dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau
tanda seru.
Dari sejumlah
batasan kalimat yang dikemukakan para ahli di atas, dapat diambil simpulan
bahwa kalimat adalah satuan bahasa yang secara relative berdiri sendiri, yang
disertai jeda panjang, dan intonasinya menunjukkan intonasi akhir, dengan nada
turun dan naik. Kalimat mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketetabahasaan.
Pada bentuk tulis, kalimat diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan
tata titik (.) pada kalimat berita, tanda seru (!) pada kalimat perintah dan
kalimat seru, atau tanda tanya (?) pada kalimat tanya. Sementara itu, di
dalamnya boleh disertakan pula berbagai tanda baca yang berupa spasi, koma,
titik dua, titik koma, atau sepasang garis pendek yang mengapit tuturan
tertentu.
A. Unsur
Kalimat
Setiap kata
atau frasa dalam kalimat mempunyai fungsi yang mengaitkannya dengan kata atau
frasa lain yang ada dalam kalimat tersebut. Fungsi itu bersifat sintaksis,
artinya berkaitan erat dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat mengacu
kepada tugas unsur kalimat adalah subjek, predikat, objek, pelengkap dan
keterangan. Di samping itu ada atribut lain seperti (yang menerangkan), koordinatif (yang menggabungkan
secara setara), dan subordinatif (yang menggabungkan secara bertingkat) Moeliono,
1997:29-31).
a)
Subjek
Subjek adalah
bagian kalimat yang biasanya berada di depan predikat atau letak kiri terhadap
pusatnya (Moeliono,1997:31). Subjek dapat berupa kategori kata nomina, tetapi
pada keadaan tertentu kategori kata lain juga dapat menduduki fungsi subjek.
Hal ini senada dengan pendapat Parera (1991:150) bahwa subjek adalah letak kiri
nomen atau frasa nomen terhadap predikat.
Menurut Kridalaksana (1984:159) subjek ialah bagian klausa
yang berwujud nomina atau frase nomina yang menandai apa yang dikatakan oleh
pembicara. Sejalan dengan ini Efendi ( 1999:21 ) mengemukakan bahwa subjek
ialah unsur kalimat berupa, kata, frase, atau klausa yang menyaatak tentang apa
atau siapa kalimat itu.
Ada beberapa
ciri yang menandai subjek, yaitu (1) menjawab apa atau siapa, (2) biasanya
berupa nomina, (3) dapat diikuti ini atau itu, (4) dapat diikuti oleh partikel
pun, dan (5) tidak dimungkinkan berupa kategori pronominal interogatif (kata
ganti tanya).
b)
Predikat
Moeliono
(1997:31) mengungkapkan bahwa predikat adalah bagian pusat kalimat yang
berwujud frase verbal, adjektival, nominal, dan preposisional. Predikat adalah
klausa yang menandai apa yang dikatakan oleh pembicara mengenai subjek
(Kridalaksana, 1984:159).
Berdasakan
uraian di atas dapat diambil simpulan bahwa predikat adalah bagian kalimat yang
memberi penjelasan tentang subjek, biasanya terdapat di belakang subjek, dapat
berupa verba, nomina, adjektiva, preposisi, atau numeralia.
Dalam TBBI (1993:31), dijelaskan bahwa predikat dalam bahasa
Indonesia dapat berwujud frase verbal, adjectival, nominal, dan preposisional. Senada
dengan hal ini Sumowijoyo (1992) mengatakan bahwa predikat tidak saja terdiri
atas kata benda (nomina), kata sifat (adjektif), dan kata kerja (verba), tetapi
jugaa kata bilangan ( numeralia), kata depan ( preposisi), dan kata keterangan
( adverbia).
c)
Objek
Objek adalah
kata atau kelompok kata
dalam kalimat yang berfungsi melengkapi kata kerja transitif (Keraf, 1991:210).Menurut
Moeliono (1997:31) objek adalah bagian kalimat yang berada di belakang predikat
verbal aktif transitif. Pada umumnya objek berupa frase nominal. Objek itu
dapat berfungsi sebagai subjek jika kalimat tersebut diubah menjadi kalimat
pasif.
Ramlan (1987:95)
mengungkapkan bahwa objek adalah bagian klausa yang mempunyai ciri (1) selalu
berada di belakang predikat verbal aktif transitif, (2) dapat menduduki fungsi
subjek bila kalusa itu dipasifkan.
Simpulan yang
dapat diambil dari beberapa pendapat tersebut adalah bahwa objek merupakan
bagian kalimat yang selalu terletak di belakang predikat yangberupa kata atau
frase, dan dapat menduduki fungsi subjek apabila kalimat itu diubah menjadi
bentuk pasif.
Dalam TBBI (1993:262) dijelaskan bahwa objek dapat dikenal
lewat dua cara , (1) dengan melihat jenis predikatnya,(2) dengan memerhatikan
ciri khas objek itu sendiri .
d)
Pelengkap
Keraf (1991:211) mengungkapkan bahwa
pelengkap adalah bagian kalimat yang berfungsi melengkapi predikat verbal,
tetapi hubungannya lebih longgar bila dibandingkan dengan objek. Adapun Ramlan
(1987:96) berpendapat bahwa pelengkap mempunyai persamaan dengan objek yaitu
bagian klausa yang selalu terletak di belakang predikat verbal. Perbedaannya
adalah pelengkap terdapat dalam klausa yang tidak dapat dipasifkan atau mungkin
juga terdapat dalam klausa pasif, sedangkan objek selalu terdapat dalam klausa
yang dapat dipasifkan.
Moeliono (1997:32) mengatakan bahwa
pelengkap atau komplemen adalah bagian kalimat yang pada umumnya berupa nomina
dan selalu berada di belakang predikat verbal. Pelengkap tidak dapat menjadi
subjek dalam kalimat. Dengan kata lain, kalimat yang mempunyai pelengkap (dan
tidak mempunyai objek) tidak dapat dijadikan bentuk pasif. Ada kemiripan antara
pelengkap dengan objek. Baik pelengkap maupun objek sering berwujud nomina dan
keduanya juga sering menduduki tempat yang sama yaitu di belakang verba.
e) Keterangan
Moeliono (1997:32, 265) mengungkapkan
bahwa keterangan merupakan unsur bukan inti dalam kalimat, karena keterangan
berfungsi memberi penjelasan tambahan kepada unsur inti. Menurutnya unsur inti
dalam kalimat terdiri atas subjek, predikat, objek, dan pelengkap. Letak
keterangan biasanya bebas, bisa terletak di awal, di akhir, bahkan di tengah kalimat.
Jenis keterangan yang biasa dibicarakan
dalam ketatabahasaan menurut Moeliono (1997:265-266) adalah (1) keterangan
tempat, (2) keterangan alat, (3) keterangan waktu, (4) keterangan tujuan, (5)
keterangan penyerta, (6) keterangan similatif, (7) keterangan penyebaban, (8)
keterangan cara, dan (9) keterangan kesalingan.
Menurut Ramlan (1987:96-97) keterangan
adalah klausa yang tidak menduduki fungsi S, P, O dan Pel. Keterangan pada umumnya memiliki
letak yang bebas,artinya dapat terletak di depan S-P, dapat terletak di antara
S-P, dan dapat juga terletak di belakang kalimat.
Sumowijoyo(2000:23)
memberikan ciri – ciri keterangan sebagai berikut : (1) menjelaskan kalimat
(gagasan) pokok,(2) dapat dipindah – pindahkan , (3) dapat ditiadakan, (4)
tidak dapat berdiri sendiri, (5) terdiri atas keterangan (adverba), (6) diawali
kata sambung (konjungsi) subordinatif, (7) diawali kata depan.
B. Klasifikasi Kalimat
Dalam
TBBI (1988:267), kalimat dapat dibagi menurut (a) bentuk, dan maknanya
(komunikasinya). Menurut bentuknya , kalimat ada yang tunggal dan ada yang
majemuk. Berdasarkan macam predikatnya, kalimat tunggal dapat dibagi lagi
menjadi kalimat yang berpredikat (1)nomina atau frase nominal, (2) adjektifa
(frase adjektifal), (3) verba (frase verbal), (4) kata – kata lain seperti
sepuluh, hujan, dan sebagainya. Kalimat majemuk juga dapat dibagi menjadi
kelompok yang lebih kecil , yakni kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk
bertingkat.
Selain
itu, Moeliono(1997:267) mengklasifikasikan kalimat berdasarkan bentuknya menjadi
dua macam, yaitu (1) kalimat tunggal dan (2) kalimat majemuk. Kalimat tunggal
adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa, sedangkan kalimat majemuk adalah
kalimat-kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Kalimat majemuk
dibedakan lagi menjadi kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.
Pengklasifikasian kalimat menurut bentuknya ini sama dengan pengklasifikasian
kalimat menurut jumlah klausa yang dikemukakan oleh Ramalan.
Tarigan (1993:9) yang mengutip pendapat
Cook, Elson, dan Pickett mengklasifikasikan kalimat berdasarkan jumlah dan
jenis kalusanya menjadi tiga macam, yaitu (1) kalimat tunggal, (2) kalimat
bersusun, (3) kalimat majemuk. Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas
satu kalusa bebas tanpa klausa terikat. Kalimat bersusun adalah kalimat yang
terdiri atas satu klausa bebas dan sekurang-kurangnya satu klausa terikat.
Adapun kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas beberapa klausa bebas.
Menurut
maknanya (nilai komunikatifnya), kalimat dibagi atas lima macam , (1) kalimat
berita (deklaratif), (2) kalimat perintah (imperatif), (3) kalimat tanya
(interogatif), (4) kalimat seru (ekslamatif), (5) kalimat emfatik (TBBI, 1993 :
222).
Jika
ditinjau dari susunan subjek – predikatnya, kalimat terbagi menjadi kalimat
biasa dan kalimat inversi.Kalimat biasa berpola S-P, sedangkan kalimat inversi
adalah kalimat yang P-nya mendahului S.
Sesuai
dengan fokus masalah dalam penelitian ini, pembagian kalimat akan dikaji
ditinjau dari segi bentuknya , yakni kalimat tunggal , kalimat majemuk serta
keefektifan kalimat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar