Selasa, 27 November 2012

BAB I PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGANALISIS UNSUR INTRINSIK CERITA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COURSE REVIEW HORAY DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL SISWA KELAS X RSBI 7 SMA NEGERI I KEDIRI TAHUN 2011/2012 (PTK)


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses perubahan yang terjadi pada diri siswa sebagai hasil dari sejumlah pengalaman yang ditempuh, baik bersifat pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Karena belajar merupakan suatu proses perubahan pada diri seseorang, maka belajar hanya akan terjadi apabila siswa memiliki dorongan dari dalam dirinya untuk berubah sesuai dengan potensi dan kemampuannya. Sedangkan peranan guru dengan otoritasnya terbatas pada upaya perancangan suatu kondisi yang memungkinkan siswa untuk belajar, dengan berbagai prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab profesi yang dimilikinya (Sukmara, 2005:54).
Hal di atas sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam Bab II pasal 3 Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003:8).
Penulis menggarisbawahi kata ‘berkembangnya’ pada tujuan pendidikan nasional tersebut. Secara semantik kata ‘berkembangnya’ berbeda dengan kata ‘mengembangkan’. Kalau digunakan kelompok kata untuk ‘mengembangkan potensi peserta didik’ berarti penekanannya pada guru/pendidik yang harus lebih aktif berperan dalam pembelajaran. Sedangkan penggunaan kelompok kata ‘berkembangnya potensi peserta didik’ lebih menekankan pada suatu kondisi yang difasilitasi guru agar peserta didik dapat mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.
Dalam pengembangan kurikulum untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, kegiatan belajar siswa sebaiknya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
1) Memberikan peluang bagi siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan sendiri pengetahuan dibawah bimbingan guru atau orang dewasa.
2) Merupakan pola yang mencerminkan ciri khas dalam pengembangan keterampilan mata pelajaran yang bersangkutan.
3) Disesuaikan dengan ragam sumber belajar yang tersedia.
4) Bervariasi dengan mengombinasikan antara kegiatan belajar perorangan, pasangan, kelompok, dan klasikal.
5) Memperhatikan pelayanan terhadap perbedaan individual siswa.
Pembelajaran sastra terutama apresiasi sastra di sekolah bukanlah bertujuan untuk membuat para siswa menjadi sastrawan, melainkan lebih bertujuan untuk membuat mereka mencintai karya sastra bangsanya, mampu memberikan penilaian terhadap karya sastra yang dibacanya dan memanfaatkan karya sastra dalam bidang kehidupan mereka masing-masing.
Karya sastra yang menggunakan bahasa sebagai medianya, mengandung nilai pendidikan, sosial, kemasyarakatan, psikologis, agama dan sebagainya. Nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah karya sastra sulit ditemukan, oleh karena itu perlu diadakan kegiatan analisis. Anton M. Moeliono(1993:37) berpendapat bahwa analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Sejalan dengan pendapat di atas, Jakob Sumardjo(1994:3) menyatakan bahwa bahasa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sastra adalah bentuk rekaman bahasa yang akan disampaikan pada orang lain. Untuk memahami suatu karya sastra tidaklah mudah, banyak segi yang harus dianalisis baik dari unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsiknya.
Sebenarnya para guru sangat beruntung karena mutu dan jenis prosa/cerita ini jumlahnya cukup banyak. Cerpen misalnya, dengan mudah dapat ditemukan dan dipilih yang sesuai dengan tingkat kebahasaan dan disukai oleh siswa. Cerpen memungkinkan seorang siswa hanyut dalam keasyikan membacanya. Sekarang ini banyak cerpen yang sesuai dengan minat dan tingkat kemampuan intelektual anak. Cerpen-cerpen ini jelas dapat dijadikan sarana pendukung untuk memperkaya bacaan dan dapat dijadikan bahan pembelajaran apresiasi sastra di SMA.
Meskipun demikian, dalam melaksanakan tugas di lapangan penulis mendapat beberapa permasalahan, yaitu:
1) Banyaknya siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal(KKM), terutama dalam pembelajaran sastra;
2) Rendahnya partisipasi siswa yang aktif dalam pembelajaran sastra;
3) Rendahnya penguasaan siswa terhadap materi prasyarat pembelajaran sastra;
4) Rendahnya kemampuan guru dalam memvariasikan model dan media pembelajaran sastra.
5) Fokus pembelajaran ada pada guru, sedangkan siswa hanya menerima apa-apa yang diberikan guru tanpa melalui aktivitas dan partisipasi yang berarti.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti proses pembelajaran apresiasi sastra di kelas X SMA terutama mengenai peningkatan kemampuan siswa dalam menganalisis unsur  cerita yang disampaikan secara langsung/melalui rekaman melalui pendekatan kontekstual dengan menggunakan model pembelajaran Course Review Horay.

PUTRI CHELSEA Part 8

  Sekarang   Beatrice sedang dirumah sendirian, karena nenek masih dipasar perkotaan untuk membeli sesuatu. Beatrice adalah nama samaran put...