Sabtu, 10 November 2012

TEKNIK MENULIS BERITA



Konsep berita dan kriteria umum nilai berita berlaku universal. Artinya tidak hanya berlaku untuk Surat kabar, tabloid, dan majalah saja, tetapi juga berlaku untuk radio, televisi, film dan bahkan juga media on line internet. Secara universal pula misalnya, berita ditulis dengan menggunakan teknik melaporkan (to report), merujuk kepada pola piramida terbalik (inverted pyramid), dan mengacu kepada rumus 5WIH. 

Berita televisi, yang amat mengandalkan kekuatan suara dan gambar bergerak, senantiasa merujuk pada teknik, pola dan rumus tersebut dalam program siaran berita mereka. Sedangkan dalam penulisannya, seperti dituturkan Muda (2003:48-58) berita televisi- lebih menyukai formula gampang didengar (easy listening). la mengutip dari Soren H. Munhoff dalam Five Star Approach To News Writing dengan akronim ABSCS, yaitu singkatan dari accuracy (tepat), brevity (singkat), clarity Oelas), simplicity (sederhana), dan sincerity (jujur).Begitu pula dengan berita radio, teknik melaporkan, pola piramida terbalik, dan rumus 5W1H tetap dijadikan acuan pokok. Hanya dalam penulisannya, berita radio lebih menyukai formula A + B + C = C. Keempat huruf itu merupakan kependekan dari accuracy (keakuratan), balance (keseimbangan), dan clarity (kejelasan). Hasil penjumlahan ketiga unsur itu adalah credibility (kredibilitas). Bahasan selengkapnya tentang pola penulisan berita televisi dan radio ini, disajikan pada bagian lain bab ini.

1.        Pola Penulisan Piramida Terbalik
Dalam teknik melaporkan (to report), setiap jurnalis, yakni wartawan atau reporter, tidak boleh memasukkan pendapat pribadi dalam berita yang ditulis, dibacakan, atau ditayangkannya. Berita adalah laporan tentang fakta secara apa adanya (das Sein), bukan laporan tentang fakta bagaimana seharusnya (das Sollen). Berita adalah fakta objektif. Sebagai fakta objektif, berita harus bebas dari intervensi siapa pun dan dari pihak mana pun termasuk dari kalangan jurnalis, editor, dan kaum investor media massa itu sendiri.
Untuk menjaga prinsip objektivitas itulah, mengapa setiap jurnalis dituntut untuk senantiasa bersikap jujur (sincerity). Ia tidak boleh manipulasi atau merekayasa fakta dan kebenaran. Ia tidak boleh menambah atau mengurangi fakta yang ditemukannya. Ia harus memegang teguh prinsip, itu sampai kapan pun. Ingatlah selalu, jurnalis adalah seorang reporter. Seorang reporter berarti seorang pelapor. Seorang pelapor berarti harus objektif. Apa pun yang dikatakan atau ditulisnya harus dapat dipercaya.

Teori jurnalistik mengajarkan, karena fakta dalam bentuk berbagai peristiwa yang terjadi di dunia begitu banyak, sedangkan waktu yang dimiliki jurnalis yakni reporter dan editor media massa sangat terbatas, maka harus dicari cara paling mudah dan paling sederhana untuk melaporkan atau menuliskan faktafakta tersebut. Cara itu dinamakan pola piramida terbalik (inverted pyramid). Disebut pola piramida terbalik, karena memang berbentuk gambar piramida dalam posisi terbalik. Dengan piramida terbalik, berarti pesan berita disusun secara deduktif. Kesimpulan dinyatakan terlebih dahulu pada paragraf pertama, barn kemudian disusul dengan penjelasan dan uraian yang lebih rind pada paragraf-paragraf berikutnya. Paragraf pertama merupakan rangkuman fakta terpenting dari seluruh uraian kisah berita (news story). Dengan demikian, apabila paragraf pertama merupakan pesan berita sangat penting, maka paragraf berikutnya masuk dalam kategori penting, cukup penting, kurang penting, agak kurang penting, tidak penting, dan sama sekali tidak penting. Rumusnya : semakin ke bawah semakin tidak penting. Berita disajikan dengan menggunakan pola piramida terbalik karena berpijak kepada tiga dimensi :
a.       Memudahkan khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa yang sangat sibuk untuk segera menemukan berita yang dianggapnya menarik atau penting yang sedang dicari atau ingin diketahuinya.
b.      Memudahkan reporter dan editor memotong bagian-bagian berita yang dianggap kurang atau tidak penting ketika dihadapkan kepada kendala teknis, misalnya berita terlalu panjang sementara kapling atau ruangan yang tersedia sangat terbatas.
c.       Memudahkan para jurnalis dalam menyusun pesan berita melalui rumus baku yang sudah sangat dikuasainya sekaligus untuk menghindari kemungkinan adanya fakta atau informasi penting yang terlewat tidak dilaporkan.
2.    Berita Ditulis dengan Rumus 5WIH
Berita ditulis dengan menggunakan rumus 5WIH, agar berita itu lengkap, akurat dan sekaligus memenuhi standar teknis jurnalistik. Artinya, berita itu mudah disusun dalam pola yang sudah baku, dan mudah serta cepat dipahami isinya oleh pembaca, pendengar, atau pemirsa. Dalam setiap peristiwa yang dilaporkan, harus terdapat enam unsur dasar yakni apa (what), siapa (who), kapan (when), di mana (where), mengapa (why), dan bagaimana (how). What berarti peristiwa apa yang akan dilaporkan kepada khalayak. Who berarti siapa yang menjadi pelaku dalam peristiwa berita itu. When berarti kapan peristiwa itu terjadi: tahun, bulan, minggu, hari, jam, menit. Where berarti di mana peristiwa itu terjadi. Why berarti mengapa peristiwa itu sampai terjadi. How berarti bagaimana jalannya peristiwa atau bagaimana care menanggulangi peristiwa tersebut. Keenam unsur itu dinyatakan dalam kalimat yang ringkas, jelas dan menarik. Dengan demikian khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa tinggal `menyatapnya' saja. Jika masih tertarik dan memiliki cukup waktu,  bisa membaca paragraf-paragraf berikutnya dari yang penting sampai ke yang sama sekali tidak penting.
Dalam konteks Indonesia, para praktisi jurnalistik kerap menambahkan satu unsur lagi yaitu aman (safety, S), sehingga rumusnya menjadi 5W1H (1S). Maksudnya, berita apa pun yang disiarkan, diyakini tidak akan menimbulkan dampak negatif bagi media massa bersangkutan dan bagi masyarakat Serta pemerintah. Berita Surat kabar dan televisi, misalnya, senantiasa merujuk pada formula 5WIH (IS) itu dengan pertimbangan khalayak pemirsa yang dilayaninya sangat heterogen.
3.    Pedoman Penulisan Teras Berita
Dalam anatomi berita sebagaimana terlihat dalam gambar, pada puncak piramida kita menemukan judul (head line), disusul kemudian dengan baris tanggal (date line), teras berita (lead), perangkai (bridge), tubuh (body), dan kaki berita (leg). Menurut teori jurnalistik, judul harus mencerminkan pokok berita sebagaimana tertuang dalam teras berita. Judul yang baik harus diambil dari teras berita dan tidak boleh dari tubuh apalagi sampai dari kaki berita. Sedangkan teras berita yang baik harus mencerminkan keseluruhan uraian isi berita. Secara sederhana, teras berita adalah paragraf pertama yang memuat fakta atau informasi terpenting dari keseluruhan uraian berita. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dalam kegiatan yang digelar di Jakarta 15 Oktober 1977, menjelaskannya secara rinci dalam sepuluh pedoman penulisan teras berita :
a. Teras berita yang menempati alinea atau paragraf pertama harus mencerminkan pokok terpenting berita. Alinea atau paragraf pertama itu terdiri atas lebih satu kalimat, akan tetapi sebaiknya jangan melebihi tiga kalimat.
b. Teras berita, dengan mengingat sifat bahasa Indonesia, jangan mengandung lebih dari antara 30 dan 45 perkataan. Apabila teras berita singkat, misalnya terdiri atas 45 perkataan atau kurang dari itu, maka hal itu lebih baik.
c. Teras berita harus ditulis dengan baik sehingga: (1) mudah ditangkap dan cepat dimengerti, mudah diucapkan di depan radio dan televisi dan mudah diingat, (2) kalimat-kalimatnya singkat, sederhana susunannya, dengan mengindahkan bahasa baku Serta ekonomi bahasa, jadi menjauhkan kata-kata mubazir, (3) jelas melaksanakan ketentuan satu gagasan dalam satu kalimat, (4) tidak mendomplengkan atau memuatkan sekaligus unsur 3A dan 3M (apa, siapa, mengapa, bilamana, dimana, bagaimana), (5) dibolehkan memuat lebih dari satu unsur 3A-3M.
d. Hal-hal yang tidak begitu mendesak, namun berfungsi sebagai penambah atau pelengkap keterangan hendaknya dimuat dalam badan berita.
e. Teras berita, sesuai dengan naluri manusia yang ingin segera tahu apa yang terjadi, sebaiknya mengutamakan unsur apa. Jadi disukai teras berita yang memulai unsur apa. Unsur apa itu diberikan dalam ungkapan kalimat yang sesingkat mungkin yang menyimpulkan atau mengintisarikan kejadian yang diberikan.
f. Teras berita juga dapat dimulai dengan unsur siapa, karena ini selalu menarik perhatian manusia. Apalagi kalau siapa itu ialah seorang yang jadi tokoh di bidang kegiatan atau lapangannya. Akan tetapi kalau unsur siapa itu tidak begitu menonjol, makes sebaiknya ia tidak dipakai dalam permulaan berita.
g. Teras berita jarang menggunakan unsur bilamana pada permulaannya. Sebab unsur waktu jarang merupakan bagian yang menonjol dalam suatu kejadian. Unsur waktu hanya dipakai sebagai permulaan teras berita jika memang unsur itu bermakna khusus dalam berita.
h. Urutan unsur dalam teras berita sebaiknya unsur tempat dahulu, kemudian disusul oleh unsur waktu.
i. Unsur bagaimana dan unsur mengapa diuraikan dalam badan berita, jadi tidak dalam teras berita.
j. Teras berita dapat dimulai dengan kutipan pernyataan seseorang (quotation lead) asalkan kutipan itu tidak suatu kalimat yang panjang. Dalam alinea berikut hendaknya segera ditulis nama orang itu dan tempat Serta kesempatan dia membuat pernyataan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kata Mereka tentang Aku

“Kasih sayang sebagai dasar pendidikan” itulah judul artikel yang kubaca pada mala m ini. Artikel ini ditulis  oleh Dr. Dedi Supriadi d...